JOGJA—Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin meminta agar perbedaan keyakinan soal penetapan awal ramadan tidak perlu di besar-besarkan. Pasalnya setiap muslim di Indonesia punya keyakinan masing-masing sehingga perbedaan awal puasa tidak menjadi pemicu perpecahan.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Muhammadiyah sudah menentukan awal ramadan tahun ini pada Jumat (20/7). Hal itu berdasarkan perhitungan astronomi dengan membaca peredaran matahari dengan bumi dan bulan. Perhitungan hisab di seluruh dunia itu hampir sama.
"Untuk tetapkan awal ramadan, awal syawal sudah jauh hari dilakukan. Bahkan untuk 1.000 tahun yang akan datang sudah bisa ditentukan, dengan ilmu astronomi yang hampir eksak," katanya disela acara Becak Simpatik di Kantor Dinas Pariwisata DIY Jalan Malioboro Jogja, Minggu (15/7).
Untuk tahun ini konjungsi atau ijtima bumi-bulan-bumi dan matahari sejajar yang akan mengakhiri bulan syaban pada Kamis (19/7) pukul 11.00 WIB. "Itu pertanda bulan syaban habis, oleh karena itu kami Muhammadiyah mulai puasa insya allah hari Jumat," ujar Din Syamsudin.
Muhammadiyah menentukan awal ramadan menggunakan pendekatan hisab. Tetapi perbedaan itu hendaknya tidak dibesar-besarkan. Karena hal ini wilayahnya keyakinan masing-masing. Dan ibadah menurut keyakinan dan toleransi diatur UUD.
"Maka pemerintah jangan menasehati keyakinan ini. (Awal ramadan) tidak perlu menetapkan, biarlah umat dengan keyakinan masing-masing. Pemerintah cuma menetapkan hari libur saja," jelasnya.
Meski pekan ini pemerintah akan melakukan sidang Isbat, Din Syamsudin tidak akan hadir. Sejak tahun lalu Muhammadiyah sudah berketetapan penentuan awal ramadan. "Kami tidak perlu sidang isbat, namun berharap pemerintah mengayomi semua pihak atau golongan," pinta Din.
Ia juga tidak sependapat bila kementerian Agama itu sebagai Ulil Amri, pemimpin umat islam. KarenaIndonesiabukan negara islam, apalagi sekarang kementerian Agama diduga korupsi Al Quran. "Ini jauh dari Ulil Amri," pungkasnya.