Esposin, JOGJA -- Tujuh orang yang terlibat dalam sindikat penjualan BBM bersubsidi Pertalite dibekuk aparat kepolisian. BBM bersubsidi tersebut kemudian dijual ke penjual eceran atau di Pertamini.
Kasatreskrim Polresta Jogja, AKP Archye Nevada, mengatakan sindikat penjualan BBM bersubsidi jenis Pertalite ini dapat menjual 800 liter dalam sehari. Mereka membeli Pertalite di SPBU dengan menggunakan jeriken. Tidak hanya membeli di satu titik SPBU saja, tetapi mereka membeli BBM subsidi di beberapa SPBU di Kota Jogja dan Kabupaten Sleman.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Untuk satu liter Pertalite, mereka mengambil keuntungan Rp2.000. Sehingga, saat mereka bisa menjual 800 liter per hari, berarti keuntungannya mencapai Rp1,6 juta per hari.
Dia menyampaikan hasil pengumpulan BBM Pertalite ini kemudian dijual kembali ke toko-toko kelontong yang biasanya memiliki mesin pompa bensin atau Pertamini.
“Awalnya kami mendapat laporan masyarakat adanya penyalahgunaan BBM subsidi, lalu kami telusuri dan pada Kamis [14/9/2023] lalu kami menangkap salah satu terduga pelaku yakni IP di Terban, Jogja,” kata dia, Rabu (20/9/2023).
Archye merinci, ketujuh tersangka penjualan BBM subsidi beserta perannya dalam sindikat tersebut, yakni AD, 29 dan BD, 46 sebagai pemberi modal beli Pertalite sekaligus pemilik usaha. Kemudian tersangka SF, 21; HJ, 28 dan SG, 21 sebagai pembeli Pertalite ke SPBU. Sedangkan tersangka DY, 21, dan IP sebagai pengantar Pertalite ke toko-toko kelontong yang membelinya.
“Modus yang digunakan yaitu dengan cara membeli Pertalite menggunakan sepeda motor Suzuki Thunder dengan tangki bensin kapasitas 15 liter. Kemudian isi tangki itu dikuras dan dimasukkan ke jeriken berukuran 35 liter. Setelah itu BBM bersubsidi jenis Pertalite tersebut dijual Kembali ke Pertamini di wilayah Jogja dan Sleman,” ucap Archye.
Ketujuh tersangka sindikat penjualan BBM subsidi itu, jelas Archye, disangkakan dengan Undang-undang Cipta Kerja juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
“Ancaman hukumannya enam tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp60 juta,” tegas Archye.