Esposin, SLEMAN -- Kondisi kejiwaan dua pelaku mutilasi seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) akan diperiksa. Dalam aksinya itu, kedua pelaku melakukan tindakan yang sangat sadis terhadap korban.
Kedua pelaku itu bernama Waliyin dan temannya berinisial RD, 39. Sedangkan korban bernama Redho Tri Agustian, seorang mahasswa UMY.
Kedua pelaku bahkan ingin menyamarkan sidik jari korban dengan cara merebus potongan tangan dan kaki.
Wadir Reskrimum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, AKBP K Tri Panungko, mengatakan pemeriksana psikologi masih dilakukan kepada dua pelaku mutilasi. Pemeriksaan psikologi ini memakan waktu yang tidak sebentar.
"Kami melakukan psikologi forensik ataupun psikologi klinis terhadap para pelaku. Ini tentunya memakan waktu yang cukup lama," ujarnya dalam jumpa pers Selasa (18/7/2023).
Hasil pemeriksaan psikologi forensik maupun klinis yang muncul akan dicocokkan oleh kepolisian. Tujuannya mengetahui perilaku maupun karakter sesungguhnya dari Waliyin dan RD.
"Kami sedang melakukan pemeriksaan psikologi. Psikologi forensik maupun psikologi klinis, supaya nanti dari hasil pemeriksaan psikologi itu bisa didapat bagaimana karakter si pelaku atau mungkin alasan perilaku si pelaku," ungkapnya.
Segala temuan yang didapatkan dari hasil digital forensik, tes DNA, maupun hasil pemeriksaan psikologi akan dijadikan acuan penyidik dalam mengumpulkan fakta yang akurat.
"Kami saat ini sedang melakukan scientific investigation. Ilmu-ilmu yang ada tadi itu nanti akan kita padu padankan, kita akan gabungkan menjadi satu sehingga menjadi informasi yang akurat berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada maupun berdasarkan keilmuan tadi. Kami membutuhkan waktu, karena ada scientific investigation," lanjutnya.
Waliyin dan RD memutilasi Redho lantaran panik Redho meninggal dunia. Ketiganya adalah teman satu komunitas di Facebook. Di grup itu, Waliyin, RD, dan Redho membuat janji bertemu di rumah indekos Waliyin di Krapyak, Triharjo, Sleman. Di kamar indekos Waliyin itulah kekerasan dan mutilasi terjadi.
Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol. FX Endriadi mengatakan korban dan kedua pelaku saling mengenal dan tergabung dalam suatu grup komunitas di Facebook. Komunitas ini, kata Endriardi memiliki aktivitas yang tidak wajar.
"Karena mereka ini tergabung dalam sebuah komunitas yang mempunyai aktivitas tidak wajar, mereka melakukan kegiatan kekerasan satu sama lain dan ini terjadi berlebihan sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia," jelasnya.
Polisi belum menjelaskan secara rinci grup komunitas apa yang diikuti pelaku dan korban.
"Sementara bahasa kami adalah kegiatan tidak wajar. Untuk lebih tepatnya nanti kami akan melakukan pemeriksaan terhadap psikologis atau kejiwaan para pelaku," ujarnya.