Harianjogja.com, JOGJA-Pemerintah Kota Jogja segera mengeluarkan aturan pembatasan pembangunan rumah tapak atau konsep rumah horizontal. Pengembang perumahan akan diarahkan untuk membangun hunian vertikal atau rumah bertingkat.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
"Kita akan siapkan Peraturan Wali Kotanya sebagai tindaklanjut dari Perda Rumah Susun," kata Walikota Jogja Haryadi Suyuti di Balaikota, Selasa (1/2/2016).
Sehari sebelumnya, Pemerintah Kota Jogja dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah mengesahkan Perda tentang Rumah Susun. Landasan Perda yang sudah digagas sejak 2011 lalu itu adalah untuk efisiensi pemanfaatan ruang dan lahan bagi penyedia perumahan. Sebab, kondisi rumah di Jogja sudah cukup padat.
Perda tersebut mengatur rumah susun komersial, rumah susun khusus, dan rumah susun umum. Rumah susun umum di antaranya rumah susun sewa dan rumah susun milik. Rumah susun komersial pun terbagi dalam rumah susun hunian, bukan hunian, dan campuran.
Haryadi mengatakan setelah perwal pembatasan pembangunan hunian horizontal itu diterbitkan, pihaknya segera memetakan kebutuhan perumahan dan zonasi wilayah yang bisa dibangun rumah bertingkat.
"Mengurangi hunian horizontal di Jogja saat ini merupakan keniscayaan. Hunian di Jogja harus vertikal," ujar Haryadi.
Nantinya, kata dia, pengembang perumahan komersial yang membangun di atas lima unit rumah tidak akan diperbolehkan. Dengan hunian vertikal maka mindet masyarakat yang tadinya bertetangga hanya dari sisi kanan kiri, depan belakang, juga bertetangga dengan yang diatas dan dibawah.
Walikota menegaskan pembangunan rumah hunian vertikal komersil juga nanti tidak seenaknya membangun. Ada aturan ketat yang perlu dilalui, mulai dari IMB, pemasaran minimal telah menyelesaikan 20% pembangunan rumah susun dan dibuktikan dengan sertifikat serta lampiran IMB. Hal itu untuk memberi kepastian kepada pembeli.
Yang lebih penting, ujar Haryadi, pengembang juga harus menyediakan 20% dari jumlah rumah susun yang dibangun untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah. Alokasi 20 % bisa oleh satu pengembang atau kumpulan pengembang.