Madiunpos.com, NGAWI – Mbah Kodok sama sekali tak menyangka, di usianya yang kini berkepala enam akhirnya mendapatkan pendamping hidup. Roro Setyowati, peri yang konon tinggal di Sendhang Margo dan Pangiyom, Alas Begal, Kedunggalar, Ngawi, resmi menjadi istrinya pada Oktober 2014 lalu.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Kepada Madiun Pos, lelaki kelahiran 1951 ini mengaku bahwa Roro Setyowati kerap datang menemuinya melalui mimpi, aroma, suara, bayangan, hingga bisikan. Setidaknya sepekan sekali, ia bisa merasakan kehadiran istrinya yang ia kenal suatu hari di Alas Ketonggo itu.
“Kehadiran Roro Setyowati sangat terasa sekali, setidaknya sepekan sekali. Kadang lewat mimpi, suara, aroma, atau bayangan,” ujar Mbah Kodok saat berbincang dengan Madiun Pos di Alas Begal, Minggu (7/6/2015).
Peri Setytowati, menurut Mbah Kodok, sangat berbeda dengan peri-peri yang digambarkan manusia dengan kemewahan, glamour, dan berselendang naik kereta kencana. Menurutnya, istrinya itu sangat sederhana, berpenampilan kebaya Jawa, rambutnya digelung, dan memakai baju warna biru muda, serta jauh dari glamour.
“Usianya 45 tahun – 50 tahun. Wajahnya ke ibu-ibuan dan seperti orang desa pada umumnya,” kisah Mbah Kodok.
Jauh hari sebelum ia memutuskan untuk menikahi Peri Setyowati, pertautan asmara kedua mahluk beda alam itu juga diawali dari sebuah mimpi. Selepas ia bermain ke Alas Ketonggo dan buang air kecil, ia mulai kerap mimpi berjumpa dengan Peri Setyowati.
Dalam mimpinya itu, Peri Setyowati meminta dirinya untuk mengembalikan Keraton Ngiyom di Alas Begal yang dirusak manusia.
“Mimpi itu lantas saya sampaikan ke Mas Bram [Bramantyo, seniman yang punya mantu]. Singkat kata setelah berdiskusi panjang, digelarlah pernikahan saya dengan Roro Setyowati di Sekar Alas Widodaren,” kisah ayah dari Joko Samodro dan Sri Parwati itu.
Mbah Kodok sama sekali tak mempermasalahkan penilaian sseseorang tentang dirinya. Toh, ia menikahi peri juga tak ada yang dirugikan. Sebaliknya, justru membawa pesan tentang arti pentingnya menjaga alam dan mahluk lain. Selain itu, apa yang ia lakukan juga bagian dari seni pertunjukkan kejadian (happening art).
“Masyarakat bebas saja menilai. Ini memang narasi panjang, tentang seni kejadian manusia dan peri,” paparnya.