Esposin, SALATIGA – Harga cabai di sejumlah pasar tradisional di Kota Salatiga, Jawa Tengah (Jateng) dalam dua pekan terakhir ini terus merangkak naik.
Kenaikan harga signifikan terjadi pada jenis cabai rawit merah. Dari semula sekitar Rp30.000 menjadi Rp60.000.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Hal itu diungkapkan salah seorang pedagang di Pasar Rejosari, Kota Salatiga, Ngatemi. Menurutnya, kenaikan harga ini disebabkan karena meningkatnya permintaan dari masyarakat. Sebab saat ini masuk bulan sapar dalam penanggalan Jawa.
“Bulan sapar penanggalan Jawa kalau di sini banyak desa atau kampung-kampung yang menggelar sedekah desa atau saparan,” kata Ngatemi, Kamis (8/8/2024).
Dijelaskan, kenaikan harga cabai ini disebabkan oleh stok cabai yang menipis. Selain itu, juga di beberapa sentra penghasil cabai belum memasuki masa panen raya.
Sementara itu, salah seorang pedagang cabai di Pasar Blauran Suprih menyebut, dengan adanya kenaikan harga cabai ini berimbas pada turunnya omzet penjualan.
“Saat harga tinggi, pasti ada penurunan omzet. Pelanggan, utamanya pemilik warung pasti mengurangi pembelian karena menghitung modal,” terang Suprih.
Menurutnya, pada saat harga cabai rawit merah tinggi, kebanyakan konsumen akan membeli cabai campuran. Dengan begitu, mereka bisa menekan peningkatan modal.
“Kalau biasanya membeli cabai rawit merah 1 kilogram, sekarang jadi setengah kilo. Yang setengah kilo lagi dicampur cabai merah keriting,” ucapnya.
Tingginya harga cabai ini, juga dikeluhkan pelaku usaha warung makan, Soimah. Alasannya mereka tidak bisa memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan, utamanya yang suka pedas secara optimal.
“Kalau biasanya bisa memberikan pelayanan sesuai permintaan pelanggan yang minta super pedas, sekarang tidak bisa. Sebab meski harga cabai naik, saya tidak bisa menaikkan harga jual,” kata pemilik warung pecel lele di Jalan Lingkar Selatan Salatiga.
Dia menuturkan, pedagang tidak bisa berbuat banyak saat harga bahan baku naik. Yang bisa dilakukan hanya pasrah dan menjaga pelanggan agar setiap hari dagangan bisa habis.
“Kalau dibilang untung, ya masih ada keuntungan meski pendapatan menurun dibandingkan saat harga bahan baku normal. Yang penting modal bisa berputar,” ujarnya.