Harianjogja.com, JOGJA-Potensi pasar Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) belum terserap maksimal. Hingga saat ini pun, banyak pendidikan berbasis keislaman yang masih belum mengakses layanan perbankan dari BPRS.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Ketua Asosiasi BPR Syariah Indonesia (Abisindo) DIY, Edi Sunarto mengatakan, lembaga pendidikan berbasis Islam masih banyak mengakses layanan bank konvensional ketimbang syariah. Padahal, keuntungan yang diberikan tidak jauh berbeda.
“Potensi Jogja untuk digarap perbankan syariah itu terbuka lebar,” kata Edi belum lama ini.
Banyaknya sekolah berbasis Islam, pondok pesantren, dan juga perguruan tinggi Islam yang tersebar di DIY menurutnya masih dapat dimaksimalkan. Sayang, pihak yang bersangkutan lebih memilih menggunakan bank konvensional yang ada atau BPR konvensional yang dikenal di masyarakat.
Munculnya kebiasaan menyekolahkan anak di lembaga pendidikan Islam dan sejenisnya menurutnya menjadi pintu masuk bagi BPRS untuk lebih mengenalkan diri pada masyarakat. Minimal, untuk menjaring dana murah berupa tabungan.
Namun, pola pendidikan keislaman tersebut belum disertai dengan kebiasaan menginvestasikan dananya pada layanan perbankan syariah yang ada. “Mulai TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi sudah Islam tapi banknya [yang digunakan] belum Islam,” kata dia.
Di samping itu, ia mengakui jika layanan perbankan syarah di DIY masih minim. Dilihat dari jumlahnya, BPRS di DIY hanya mengambil porsi 25% dari seluruh BPR yang ada.
“Baru ada 12 BPRS,” kata pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama BPRS Dana Barokah Sejahtera Jogja ini.