Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Peraih penghargaan Kalpataru katagori penyelamat lingkungan asal Tepus Sudarli (67) Senin (4/11/2013) tutup usia. Sudarli dikenal sebagai sosok yang gigih melakukan penghijauan di daerah karst Gunungkidul untuk menyelamatkan sumber air.
Bapak tiga anak ini menghembuskan napas terakhir di RS Bethesda setelah dirawat beberapa hari karena penyakit komplikasi yang dideritanya. Jenazah dimakamkan Selasa (5/11/2013) di kompleks rumahnya yang beralamat di Pringsanggar, Purwodadi, Tepus,Gunungkidul.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Sudarli meraih penghargaan Kalpataru pada 2011 untuk katagori penyelamat lingkungan. Sementara pada 2007 menjadi juara II dan pada 2010 juara III.
Dosen Universitas Gunungkidul ini selama bertahun-tahun menghijaukan 75 hektare lahan tandus di pegunungan sewu. Usahanya dimulai karena keprihatinannya terhadap sumber air Mendolo yang semakin susut. Padahal mata air itu menjadi andalan air bersih bagi ribuan orang di Desa Purwodadi.
Setelah ditanami dengan pohon jati dan mahoni, secara perlahan akhirnya debit sumber air Mendolo bisa dipulihkan. Usaha kerasnya bahkan harus ditebus dengan nyaris kehilangan nyawa karena dipatuk ular cobra dan harus dirawat di rumah sakit selama tiga bulan.
Suami dari Sumarmi ini juga gigih memperjuangkan kesejahteraan nelayan, khususnya Pantai Siung. Dia juga berhasil menjadikan Desa Balong, Girisubo menjadi perintis wanatani di Situs Gunung Batur.
"Setelah pensiun sebagai guru, bapak tidak istirahat. jadi dosen dan aktivis lingkungan. Padahal kondisi fisik makin lemah. Tetapi kalau disuruh istirahat tidak mau," kata Sumarmi, istri almarhum.