Esposin, SLEMAN -- Penggunaan sumber air dengan sistem bor di Sleman, DIY, perlu dikendalikan. Hal ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan air baku dan menjaga konservasi lingkungan.
Direktur PDAM Sleman, Dwi Nurwata, mengatakan di Sleman baru sekitar 29% rumah tangga dari 1,1 jiwa penduduk Sleman yang memanfaatkan jaringan air bersih PDAM. "Selama ini, layanan air bersih tidak hanya mengandalkan PDAM. Di 17 kapanewon [kecamatan] terbentuk SPAMDes (sistem penyediaan air minum pedesaan) yang keseluruhan berjumlah 285 kelompok," katanya, Rabu (24/3/2021).
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Jika ditambah warga yang memanfaatkan air besih dari sumur gali, capaian penggunaan air bersih di Sleman lebih dari 60% warga. Angka tersebut, lanjut Dwi, diperoleh dari hasil pencocokan data Badan Perencanan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sleman. "Jadi masih sedikit warga yang memanfaatkan layanan PDAM," katanya.
Dwi mengatakan dalam jangka waktu lima tahun ke depan, PDAM Sleman menargetkan 68% warga tercakup layanan perusahaan plat merah itu. Target tersebut sekaligus untuk mendukung Gerakan 100-0-100 yang dicanangkan pemerintah. Yakni, 100% akses air bersih, 0% daerah kumuh, dan 100% sanitasi yang baik.
Baca juga: Pemkot Jogja akan Gelar PTM Siswa SD-SMP Jika Syarat Ini Terpenuhi
Tambah Pelanggan
Ia menjelaskan tidak mudah menambah 50.000 pelanggan dalam kurun waktu lima tahun. Alasannya, setiap tahun, PDAM Sleman rata-rata hanya melayani sekitar 2.500 pelanggan baru. Terutama dari masyarakat berpenghasilan rendah melalui program tarif murah. "Jika target ditingkatkan jadi 10.000 pelanggan tentu butuh kerja ekstra," katanya.Oleh karenanya, ia menyiapkan sejumlah upaya untuk mencapai target tersebut dengan menyiapkan kebijakan dan meningkatkan sarana dan prasarana. Dwi mengusulkan adanya regulasi adanya pembatasan penggunaan sumber air dengan sistem bor. Hal ini bertujuan agar ketersediaan sumber air baku tidak terganggu.
"Aturan pembatasan ini juga diharapkan diterapkan di hotel dan kawasan perumahan. Untuk menekan biaya produksi, kami sebisa mungkin menggunakan air permukaan untuk sumber," katanya.
Baca juga: PP Pemuda Muhammadiyah Kelola Lahan 19.000 Ha, KPA: Seharusnya Diberikan ke Petani
Untuk memenuhi penyediaan infrastruktur, ia akan bekerja sama dengan beberapa instansi seperti Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), dan DPUPKP Sleman.
"Kami telah mengusulkan agar BBWSSO untuk menambah debit di dua titik berlokasi di Berbah, dan satu di Godean karena sumber airnya terbatas. Kepada DPUPKP untuk kami usulkan membangun jaringan distribusi utama. Mudah-mudahan bisa terlaksana tahun ini," kata Dwi.
Kuantitas dan Kualitas Menurun
Ketua Komunitas Banyu Bening, Sri Wahyuningsih, mengatakan masalah air menjadi isu krusial. Akibat pembangungan infrastruktur dan bangunan, kuantitas dan kualitas air terus mengalami penurunan. Sebagai wilayah tangkapan dan penyandang air, maka Sleman memiliki beban moral dan bertanggungjawab untuk menjaga kondisi lingkungannya. "Sleman harus berpikir ke depan bagaimana menjaga kondisi air untuk generasi berikutnya. Untuk anak cucu kita kelak," katanya.Baca juga: 3.000 Ton Beras Vietnam Nganggur 3 Tahun di Bulog Banyuwangi, Pemerintah Yakin MAsih Mau Impor?
Dia mengusulkan agar pemerintah mengedukasi mayarakat agar mampu memanfaatkan dan mengelola air hujan. Minimal, katanya, kampanye pengelolaan air hujan dilakukan massif di skala rumah tangga.
"Konservasi air dengan memanfaatkan dan mengelola air hujan sangat penting. Sebab kebutuhan air semakin hari akan semakin tinggi. Hal itu membutuhkan perubahan mindset pemerintah dalam mengelola air hujan," katanya.