Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Kehadiran pendamping desa sebagai upaya pemerintah pusat memaksimalkan penerapan Undang-undang Desa, rawan menerima penolakan dari desa. Desa beranggapan, pendamping desa hanya sebuah proyek besar, di mana kualitas personelnya masih belum jelas kualitasnya.
Seperti dikemukakan oleh Kepala Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Sutiyono pada Minggu (20/12/2015). Ia menuturkan pada awalnya, desa memang sangat antusias menyambut payung hukum Desa. Meski demikian, pihaknya memiliki kecurigaan, hadirnya pendamping desa, lama kelamaan hanya sekedar menjadi proyek besar dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia semata.
Dalam Undang-undang No.6/2014 tentang Desa, menurut Sutiyono, memang diperlukan akselerasi [percepatan] bagi desa untuk menggeliat membangun diri, prakarsa [inisiatif] dan keterlibatan warga menjadi hal yang sangat penting, untuk menentukan arah pembangunan desa. Pendamping desa dalam kapasitas fasilitator memang sangat penting, namun tentu saja dibutuhkan pendamping yang benar-benar menguasai materi tentang desa.
"Kita akan lihat, apakah [pendamping desa] merepotkan desa karena keterbatasan pengetahuan mereka, atau bisa diajak menjadi mitra membangun. Kalau hanya merepotkan kita akan tolak kehadirannya," tegasnya.
Pendamping desa, imbuhnya, harus memilik mental fasilitator. Apalagi dengan pola pendampingan yang akan dilakukan ke depan, ia menilai satu fasilitator untuk empat desa, belum tentu dapat bekerja dengan maksimal dalam mendorong desa menjadi mandiri dan demokratis
"Jangan-jangan pendamping desa ini proyek saja untuk mengurangi pengangguran yang tidak jelas hasil yang diharapkan," duganya.