Harianjogja.com, BANTUL–Halaman studio pelukis Djoko Pekik di Dusun Sembungan, Kasihan, Bantul yang asri dipenuhi rerimbunan pohon bambu berubah menjadi panggung seni pertunjukan, Selasa (12/11/2013), malam. Puluhan orang berkerumun di areal tersebut menyaksikan beragam pertunjukan seni tradisi yang pada malam itu menampilkan barongan asal Purwodadi, Jawa Tengah dan dilanjutkan pentas musik campur sari yang dibawakan oleh kelompok campur sari bernama minimalis.
Sejumlah seniman silih berganti mendatangi studio Djoko Pekik. Tampak di antaranya Samuel Indratma (seniman mural), Yuswantoro Adi (pelukis), Heri Pemad (CEO ART JOG), Romo Sindhunata (budayawan), dan masih banyak lagi. Para tamu yang sebagian besar mengajak anak dan istri itu tidak hanya dijamu dengan pertunjukan seni, namun juga dipersilahkan mencicipi aneka hidangan makanan yang telah disediakan.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Djoko Pekik malam itu tengah menggelar hajatan sebagai bentuk syukur atas kesuksesan pameran tunggalnya bertajuk Zaman Edan Kesurupan di Galeri Nasional, Jakarta, yang berlangsung dari 10-17 Oktober lalu. “Terima kasih kepada Heri Pemad [Penyelenggara pameran] dan sak bolo-bolone yang tidak kenal siang dan malam membantu secara penuh pameran saya,” kata Djoko Pekik di hadapan puluhan tamu undangan saat memberikan beberapa kata sambutan.
Djoko Pekik merasa perlu menggelar syukuran karena pameran Zaman Edan Kesurupan menandai perjalanannya selama 60 tahun sebagai seorang seniman. Terlebih, pameran Zaman Edan Kesurupan merupakan karya dengan jumlah paling banyak di antara pameran tunggal yang selama ini ia lakukan. “Selama 14 tahun setelah reformasi. Baru kali ini saya pameran dengan jumlah karya paling banyak,” ucapnya
Dalam pameran Zaman Edan Kesurupan, Djoko memamerkan sebanyak 28 lukisan dan tiga patung periode 1964-2013. Salah satu karya yang dipamerkan dibuat pada 2013 yakni berjudul Pawang Kesurupan yang menggambarkan para hakim-hakim tengah bersidang bersama pemain jathilan. Para hakim-hakim itu turut kesurupan dengan makan kadal, tikus, cecak, bahkan salah satu hakim ada yang makan ayam sajen hidup-hidup.
Menariknya, semua karya yang dipamerkan tersebut tidak dijual. Padahal, kata Pekik, banyak orang yang memburu lukisannya dalam pameran itu. “Saya minta maaf kepada orang-orang yang tertarik lukisan saya karena saya tidak menjual lukisan. Karena kalau saya jual bisa habis dalam sekejap,” katanya.
Pekik sengaja tidak menjual lukisannya karena ia ingin karyanya untuk keperluan penelitian, kunjungan mahasiswa seni rupa, dan keperluan dokumentasi wawancara lainnya. “Kalau saya jual nanti saya jadi miskin sebagai pelukis tidak ada karya,” tukasnya.