Harianjogja.com, JOGJA--Pakar ekonomi Profesor Edy Suandi Hamid menyatakan, tingginya angka ketimpangan ekonomi atau rasio gini di Jogja masih bisa diredam.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Seperti diketahui angka kemiskinan di Bumi Mataram pada September 2017 sebesar 12,36%. Sedangkan rasio gininya tercatat 0,440 atau yang tertinggi se-Indonesia.
Edy Suandi Hamid menyatakan angka-angka yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tetap harus menjadi acuan bagi seluruh pihak untuk mencari solusi terbaik.
Menurutnya dampak dari tingginya ketimpangan dan angka kemiskinan cukup bisa diredam. Sebab, masyarakat masih memiliki rasa gotong royong yang tinggi, kekeluargaan yang erat dan sikap suka membantu satu sama lain, sehingga kemungkinan besar tidak akan menimbulkan konflik sosial. "Budaya di DIY mampu meminimalisir dampak sosialnya," ucapnya di Kompleks Kepatihan, Jumat (5/1/2018).
Ia juga menyatakan tingginya kemiskinan dan gini ratio tidak perlu membuat masyarakat panik dan resah, karena selain punya budaya yang bisa dijadikan benteng, perhitungan yang dilakukan BPS, menurut Edy kurang komprehensif.
Namun meskipun demikian, ia menyatakan angka dari BPS tetap perlu dijadikan acuan oleh semua pihak, guna mencari solusi paling mantap.
Anggota Parampara Praja DIY ini mengungkapkan, gini ratio yang tinggi muncul karena adanya kelompok masyarakat yang pertumbuhan ekonominya relatif cepat dan di sisi lain ada kelompok masyarakat yang ekonominya bertumbuh lebih lamban.
Selain itu juga disebabkan karena adanya ketimpangan wilayah. Menurut Edy, Kota Jogja dan Sleman tumbuh dengan cepat, sementara Gunungkidul dan Kulonprogo tidak demikian.
Karena itulah wilayah yang selama ini menjadi kantong kemiskinan harus mendapat perhatian lebih. Kemiskinan di Kulonprogo, imbuhnya, bisa diatasi dengan adanya New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA).
Namun dengan catatan, masyarakat kecil dilibatkan dalam operasional NYIA. Sedangkan untuk Gunungkidul, ucapnya, sektor pariwisata bisa dioptimalkan.