Esposin, PATI -- Pegunungan Kendeng di Kabupaten Pati rupanya memiliki banyak mutiara tersembunyi berupa wisata alam. Salah satunya adalah Gua Pancur yang berada di Kaki Pengunungan Kendeng. Gua ini memiliki panjang 827 meter dengan stalaktit dan stalakmit masih aktif yang indah dan penuh eksotisme.
Melansir dari situs Jatengprov.go.id, Minggu (30/5/2021), kondisi dalam gua berbentuk landai atau datar, sehingga wisatawan tidak kerepotan saat menyusuri gua. Disamping ornamen gua yang menarik dan alami, terdapat pula jenis bebatuan yang beragam serta unik yang akan membuat decak kagum wisatawan yang menikmatinya.
Promosi Gaet Vidi Aldiano, BRI Edukasi Masyarakat Hindari Modus Penipuan Lewat Lagu
Di depan mulut gua, tersaji hamparan danau alami yang sumbernya berasal dari air di galam Gua Pancur, sehingga danau itu tidak pernah kering sekalipun kemarau panjang dengan debit aliran air dari dalam gua sekitar 40 liter/detik
Baca Juga: Gua Wareh, Saksi Bisu Keluarga Majapahit Masuk Islam
Wisata ini dibuka pada tahun 1995 silam setelah Dinas Pariwisata setempat mengadakan perombakan besar-besaran pada era 90’an di kawasan Gua Pancur itu. Namun karena sifat masyarakat yang kurang rasa memiliki sehingga banyak fasilitas wisata yang rusak.
Hingga akhirnya pada tahun 2014, komunitas pemuda setempat bernama Gasong Community melakukan pembersihan mulai dari mulut gua, sekitar kawasan Gua Pancur hingga danau yang ada di depan gua dibersihkan semua. Hal inilah yang menjadi modal awal untuk pembangunan Gua Pancur kedepannya.
Selain memberikan sensasi keindahan, berdasarkan pantauan Esposin melalui kanal Youtube Soma Channel, rupanya Gua Pancur yang berada di Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen ini juga menyimpan sejarah dan mitos. Air dalam Gua Pancur yang biasa dipakai untuk berenang atau mandi oleh pengunjung dan warga sekitar dipercaya mampu menyembuhkan segala penyakit.
Baca Juga : Ada Ngarai Mirip Grand Canyon Amerika di Sukolilo Pati
Awalnya, gua ini kali pertama ditemukan oleh penduduk sekitar bernama Mbah Sarto pada tahun 1932. Mbah Sarto saat itu mendengar gemercik air dari kedalaman. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata suara air itu berasal dari bukit pegunungan.
Hingga akhirnya Mbah Sarto bersama warga lain melubangi sumber suara air tersebut dengan gancol hingga akhirnya membentuk mulut gua. Sejak saat itu, masyarakat menggunakan air gua itu untuk pengairan pertanian yang ada di sekitarnya.
Pada masa pra kemerdekaan, Gua Pancur ini dulunya pernah dipakai oleh kelompok gerilya di masa kolonial untuk bersembunyi dari tentara penjajah Belanda. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sebuah baju yang diyakini milik salah satu pasukan gerilya.
Sisi mitosnya, gua ini diyakini terhubung dengan pantai selatan, Namun mitos ini berhasil dipatahkan dengan bukti bahwa kedalaman gua hanya sekitar 8,27 km sehingga tidak memungkinkan dengan jarak tersebut dapat mencapai pantai Selatan di Yogyakarta.