regional
Langganan

Mengulik Program Kemitraan Distanbun Jateng yang Bikin Petani Tembakau Semringah

by Imam Yuda Saputra  - Espos.id Jateng  -  Minggu, 29 September 2024 - 13:23 WIB

ESPOS.ID - Petani tembakau di Temanggung saat melihat hasil panennya yang baru saja dikeringkan, Kamis (26/9/2024). (Esposin/Imam Yuda S.)

Esposin, TEMANGGUNG -- Program kemitraan Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah (Distanbun Jateng) melalui demonstrasi farming (demfarm) memberikan manfaat berlebih bagi petani tembakau di wilayah Kabupaten Temanggung dan Wonosobo. Program itu tidak hanya membuat produk petani terserap secara optimal oleh pasar, tapi juga memberikan peningkatan kualitas.

Petani asal Bansari, Temanggung, Tri Istanto, mengaku baru tahun ini mengikuti program kemitraan yang digagas Distanbun Jateng. Ia pun mendapatkan banyak manfaat dari program tersebut, mulai dari mendapatkan pendampingan oleh petugas penyuluh lapangan (PPL) sejak masa tanam hingga pasca-panen.

Advertisement

”Kalau dari segi biaya tanam memang perbedaaanya tidak terlihat jauh. Tapi, kala dari segi hasil, jumlahnya jauh lebih meningkat," ujar Tri saat dijumpai Esposin di Temanggung, Kamis (26/9/2024).

Senada juga disampaikan Pujo Sukianto, petani asal Wonosobo, yang turut serta dalam program demfarm Distanbun Jateng berbasis kemitraan. "Jadi sejak masa tanam sudah didampingi dengan penerapan standar yang tinggi. Baik dari segi pemilihan benih, pemupukan, hingga penentuan grade, kita terus didampingi," ujar Pujo.

Advertisement

Senada juga disampaikan Pujo Sukianto, petani asal Wonosobo, yang turut serta dalam program demfarm Distanbun Jateng berbasis kemitraan. "Jadi sejak masa tanam sudah didampingi dengan penerapan standar yang tinggi. Baik dari segi pemilihan benih, pemupukan, hingga penentuan grade, kita terus didampingi," ujar Pujo.

Hal itu, menurut Pujo, membuat hasil panennya menjadi berlimpah dan lebih berkualitas. Tembakau jenis Kemloko II dan Argowilis yang dihasilkannya melalui program tersebut mampu mencapai grade D hingga E plus, dengan kisaran harga Rp80.000 hingga Rp100.000 per kilogram.

“Kebetulan nanti hasil panennya juga langsung diserap ke gudang yang menjadi mitra. Jadi, petani enggak bingung lagi tembakaunya tidak terserap pasar,” imbuhnya.

Advertisement

Sementara itu, Wahyu Pawit, petani tembakau asal Desa Tlahab, Kabupaten Temanggung, mengaku program demfarm menekankan pentingnya pengolahan pascapanen tembakau tanpa menggunakan gula. Selama ini banyak petani yang masih mencampur tembakau dengan bahan lain, seperti gula. Alasannya pun beraneka macam. Salah satunya adalah kepercayaan jika tembakau yang dicampur gula kualitasnya akan meningkat dan memiliki harga jual tinggi.

Kendati demikian, faktanya mencampur tembakau dengan gula justru membuat biaya operasional petani meningkat. Selain itu, tidak semua perusahaan mau menerima tembakau yang dicampur dengan gula. Beberapa perusahaan bahkan menghendaki tembakau petani dalam kondisi kering, atau tidak basah dan lengket, seperti yang dicampur dengan gula.

Advertisement

”Makanya dengan program demfarm ini kita diajari mengolah tembakau non-gula. Jadi tinggal dijemur, kena angin sudah bisa kering [lebih mudah]. Sudah bisa diterima perusahaan mitra,” ungkapnya.

PPL Desa Candisari, Bansari, Temanggung, Rinawati, menuturkan program demfarm yang digagas Distanbun Jateng sudah bisa mulai bisa mengurangi kebiasaan petani mencampur gula dengan tembakau. Ia pun berharap program itu bisa terus berjalan demi menyejahterakan petani tembakau.

Marketable

Advertisement

”Memang enggak mudah mengubah pola atau kebiasaan petani ini. Tapi, lambat laun sudah banyak yang melakukan. Apalagi, kalau ada yang petani yang satunya berhasil, yang lain pasti pada ikutan,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Distanbun Jateng, Supriyanto, mengatakan program demfram berbasis kemitraan diciptakan untuk menciptakan produk pertanian yang marketable. Konsep marketable itu harus bisa diterima atau diserap oleh pasar sebanyak mungkin.

Konsep itulah yang diusung dalam program demfram tembakau di Temanggung dan Wonosobo. Petani diminta untuk mengolah tembakau sesuai dengan yang diinginkan pasar agar mudah diserap perusahaan.

“Kuncinya itu marketable. Produk yang dihasilkan petani harus bisa diserap pasar. Jadi, petani enggak bingung lagi untuk memasarkan produknya, dengan harga yang sesuai dengan yang diinginkan,” ujar Supriyanto saat berbincang dengan wartawan di ruang kerjanya, Kamis malam.

Advertisement
Imam Yuda Saputra - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif