Harianjogja.com, JOGJA- Industri kerajinan dinilai mampu menjadi basis produksi utama terutama untuk menghadapi masyarakat ekonomi asean (MEA). Sayangnya, kontribusi ekspor di sektor usaha kerajinan (craft) masih rendah sehingga perlu ditingkatkan.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Data Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) menyebutkan, pada 2015 lalu nilai ekspor craft dan furnitur secara nasional mencapai US$2 miliar naik sedikit dibandingan posisi 2014 US$1,3 miliar. Nilai total ekspor craft dan furnitur itu menurut AMKRI masih lebih rendah dari ekspor Vietnam yang mencapai US$4 miliar.
"Dari nilai ekspor 2015 itu, produk kerajinan hanya menyumbang porsi sekitar US$800 juta saja," kata Ketua AMKRI DIY, Heru Prasetyo di kantornya jalan Palagan, Sleman, Senin (15/2/2016).
AMKRI, katanya, tahun ini menargetkan pertumbuhan ekspor hingga nilai US$5 miliar. Hal itu tentunya butuh perjuangan ekstra keras dengan dukungan dari perajin, stakeholder, termasuk pemerintah di daerah-daerah, termasuk di Sleman. "Kami akan menyiapkan program-program yang bisa mendorong tercapainya target tersebut," kata Heru.
Dia mengakui, para pengusaha dan pengrajin produk kerajinan di daerah termasuk Sleman, ingin sektor ini tumbuh lebih kencang. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan merubah mindset yang di antaranya mencakup persoalan nilai jual produk.
Konsumen sejauh ini masih menilai produk-produk kerajinan daerah sebagai barang yang bernilai jual murah atau rendah. Ketika produk itu dibeli buyer dari luar negeri, nilai jualnya meningkat lebih mahal hingga lima kali lipat dengan finishing ulang.
"Pandangan tersebut keliru dan harus diubah supaya tidak merugikan pengrajin daerah. Kuncinya terletak pada upaya menciptakan good desaign [desain yang bagus], good product [produk unggul], dan good market [pemasaran tepat]," kata Heru.