Longsor Bantul terjadi di tiga lokasi di Srimartani, Piyungan, Sleman.
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL–Longsor menerjang tiga lokasi di Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan menyusul hujan deras pada Kamis (12/11/2015) lalu. Tidak ada korban jiwa dan kerusakan fisik bangunan dalam peristiwa Kamis lalu.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Relawan Forum Penanggulangan Risiko Bencana (FPRB) Kecamatan Piyungan, Amat Yani, mengatakan pemantauan lokasi rawan bencana terus dilakukan untuk mengamati pergerakan stuktur tanah yang labil.
“Menggandeng RAPI [Radio Antar Penduduk Indonesia] Piyungan untuk sistem komunikasi secara cepat,” ucapnya saat ditemui Harianjogja.com di lokasi kejadian, Kamis lalu.
Menurut Yani, jika dalam waktu dekat hujan deras kembali turun dipastikan ada dua lokasi yang cukup berpotensi longsor. Di Dusun Kemloko, longsor sudah terjadi dengan volume panjang longsoran delapan meter dari ketinggian 10 meter. Kondisi ini mengancam rumah warga, Ahmad Subekti, di RT04 karena bisa tertimbun longsoran.
Kondisi yang sama juga terjadi di Dusun Rejosari. Tebing setinggi hampir lima meter, tepat di belakang rumah warga, nyaris menimpa rumah Sagiman, 27, di RT04. Longsor ini menggerus bukit sepanjang 20 meter. Yani menambahkan longsor juga rawan menutup akses jalan raya di wilayah RT05.
Relawan FPRB Piyungan melaporkan peristiwa tersebut ke BPBD Bantul dan Pemerintah Desa Srimartani. Beberapa pemilik rumah yang terancam longsor juga sudah diminta meningkatkan kewaspadaan kemungkinan terjadi longsor susulan.
“Ketika hujan, semua penghuni agar mencari tempat yang lebih aman dan mengemasi harta benda,” ungkap Yani.
Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Bantul mencatat Kecamatan Piyungan menjadi wilayah yang paling sering terjadi tanah longsor. Dalam tempo dua hari sudah terjadi lima kali tanah longsor di kecamatan dengan wilayah perbukitan itu.
Pada Jumat (13/2/2015) kemarin, tercatat dua kejadian longsor di Dusun Kaligatuk, Desa Srimulyo, Piyungan. Pertama di RT07 dan kedua di RT03. Pada kejadian kedua menyebabkan tanah longsor menutupi sebagian jalan. Beruntung tidak ada rumah warga atau fasilitas umum yang rusak akibat bencana alam tersebut.
Kepala BPBD Bantul Dwi Daryanto mengungkapkan salah satu penyebab tingginya bencana longsor di Piyungan karena curah hujan yang tinggi.
“Curah hujan di wilayah utara lebih tinggi dari pada selatan. Itu kenapa di daerah dekat Piyungan, seperti di Prambanan atau Berbah [Sleman] juga banyak terjadi longsor,” ucapnya.
Faktor lainnya adalah vegetasi yang minim serta kondisi tanah yang rentan terhadap longsor. Itu sebabnya, BPBD Bantul memilih salah satu desa di Piyungan sebagai pionir desa tangguh bencana. Dengan dijadikannya desa tangguh bencana, warga dilatih untuk selalu waspada dan cepat bertindak bila terjadi bencana tanah longsor.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DIY Heri Siswanto saat berkunjung ke Bantul sebelumnya menyatakan terdapat 229 desa di DIY rawan longsor. Sebanyak 111 desa dic antaranya masuk zona merah alias paling rawan longsor. Termasuk sejumlah desa di Piyungan.