Esposin, SOLO — Legenda tentang Aji Saka selalu dikaitkan dengan sejarah asal-usul orang Jawa dan munculnya aksara Jawa. Keterkaitan ini berawal dari tulisan India kuno yang menyebutkan bahwa Aji Saka adalah orang pertama yang menginjakkan kaki di tanah Jawa.
Beberapa ahli berpendapat legenda Aji Saka berhubungan dengan Kalender Saka yang dipakai di Jawa. Selama di tanah Jawa, dia juga diyakini mengajarkan masyarakat untuk membaca dan menulis, termasuk membuat aksara jawa yang terinspirasi dari pertarungan dua abdinya, Dora dan Sembada.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Baca juga: Aji Saka, Nenek Moyang Orang Jawa?
Kisah paling terkenal dari Aji Saka adalah kemenangannya melawan Prabu Dewata Cengkar di Kerajaan Medang Kamulan. Dewata Cengkar gemar memakan daging manusia yang meresahkan penduduk sekitar.
Sebelum pergi ke Medang Kamulan, Aji Saka meninggalkan keris pusakanya di Gunung Kendeng agar dijaga oleh pengawalnya, Sembada. Sementara dia dan abdi lainnya, Dora, bertandang ke Medang Kamulan dan saat itu mengaku mau dijadikan santapan.
Baca jkuga: Asale Orang Jawa, Keturunan Siapa?
Akan tetapi Aji Saka meminta syarat sebidang tanah sepanjang sorbannya kepada Dewata Cengkar. Ajaibnya, sorban tersebut terus memanjang sampai ke tepi laut selatan saat Dewata Cengkar mengukur tanah. Di saat itulah Aji Saka menghempaskan sorbannya sampai Dewata Cengkar tenggelam di laut selatan.
Seusai berperang, Aji Saka meminta Dora mengambil kerisnya yang dititipkan kepada Sembada di Gunung Kendeng. Namun, Sembada tidak mau menyerahkan keris itu karena memegang janji kepada Aji Saka, tidak boleh ada yang membawa keris tersebut. Kedua abdi setia Aji Saka ini pun kemudian bertarung hingga tewas. Mengetahui hal tersebut, Aji Saka pun menyesal dan menuliskan kisah tersebut.
Bacajuga: Asale Bahasa Ngapak, Ternyata Dari Suku Kutai di Kalimantan Timur
Dikutip dari laman Indonesia.go.id, Rabu (1/12/2021), kisah itu dituliskan dalam kalimat yang merupakan gabungan dari suku-suku kata pada aksara bahasa Jawa.
Ha-Na-Ca-Ra-Ka (Ada utusan)
Da-Ta-Sa-Wa-La (Saling berselisih pendapat)
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya (Sama-sama sakti)
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga (Sama-sama menjadi mayat)
Legenda itu sampai saat ini berkembang menjadi mitos yang bukan hanya bertutur tentang cikal-bakal aksara bagi orang Jawa. Melainkan menjadi momen penting tentang tradisi literasi kebudayaan Jawa.