Semarangpos.com, SEMARANG – Hari Raya Idulfitri 1438 Hijriah atau Lebaran 2017 sebentar lagi tiba. Pasar-pasar di Semarang pun mulai dipenuhi para pedagang yang menjajakan selongsong ketupat.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Di antara pasar-pasar yang ada di Semarang yang dipenuhi penjual selongsong ketupat, salah satunya adalah Pasar Peterongan. Pasar yang terletak di perempatan Jl. M.T. Haryono itu bahkan sejak H-2 Lebaran atau Jumat (23/6/2017) sudah dipenuhi para penjual selongsong ketupat.
Mereka memenuhi bahu-bahu jalan di sepanjang Jl. Lamper Sari hingga menyebabkan arus lalu lintas tersendat. Para penjual selongsong ketupat itu berasal dari berbagai daerah di sekitar Semarang, mulai Mranggen, Demak, Ungaran, hingga Salatiga.
Salah satu penjual selongsong ketupat, Ahmad, mengaku sejak Jumat pagi sudah tiba di Pasar Peterongan. Ia datang bersama kerabatnya dari Salatiga untuk mengais rejeki dari berjualan selongsong ketupat.
“Sejak kemarin [Jumat] di sini. Ya, enggak tidur karena enggak ada rumah di sini. Masak mau tidur di trotoar,” uja Ahmad saat berbincang dengan Semarangpos.com, Sabtu (24/3/2017).
Ahmad mengaku berjualan selongsong ketupat hanya setahun sekali menjelang Lebaran. Sehari-hari ia lebih memilih untuk menekuni pekerjaan serabutan sebagai buruh bangunan.
“Lumayan, hasil dari berjualan selongsong ketupat bisa buat sangu Lebaran. Untungnya lumayan banyak. Apalagi di Semarang banyak peminatnya,” beber Ahmad.
Ahmad menambahkan 10 buah selongsong ketupat dijual dengan harga Rp10.000-Rp15.000. Modal untuk membuat cukup murah. Ia hanya membeli satu ikat janur dari pohon kelapa Rp7.500 per lembar.
Dengan modal keterampilan menganyam ketupat satu ikat janur pun bisa menghasilkan satu sampai dua buah selongsong ketupat.
“Ketimbang nganggur di rumah, mending cari tambahan penghasilan dengan jualan ketupat di sini. Apalagi ini puncak pembelian ketupat karena sudah memasuki hari terakhir puasa,” imbuh Ahmad.
Senada diungkapkan Sutarmi, warga Mranggen, Demak, yang juga mengais rejeki dari berjualan selongsong ketupat. Hanya saja, bedanya dengan Ahmad, Sutarmi menjual selongsong ketupat yang terbuat dari janur pohon kelapa jenis siwalan.
Janur pohon kelapa jenis siwalan warnanya lebih terang dari jenis kelapa. Saat dimasak, nasi yang dibungkus anyaman ketupat pun warnanya lebih terang, tapi cenderung keras sehingga harganya lebih murah.
“Kalau pakai janur siwalan ini untungnya lebih sedikit karena dijual lebih murah. Per 10 biji dijual Rp10.000-Rp12.500. Kalau sore nanti belum laku, saya akan lepas dengan harga Rp7.500,” beber Sutarmi.
Sutarmi mengaku tahun ini agak sulit mencari bahan baku ketupat. Hal ini dikarenakan lahan pertanian pohon kelapa semakin menyempit.
“Lahannya di Salatiga semakin habis gara-gara kena proyek jalan tol dan pembangunan gedung. Ini [janur] saja saya ambil dari pedagang asal Kebumen,” tutur Sutarmi.
Kendati demikian, hal itu tak mengurangi antusiasme para penjual selongsong ketupat itu berjualan. Apalagi, permintaan akan ketupat semakin tinggi jelang Lebaran 2017. Maklum, makan ketupat sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia, termasuk di Semarang, saat merayakan Lebaran. Ketupat seringkali disajikan bersama opor ayam atau pun makanan olahan lain yang berkuah.