Harianjogja.com, SLEMAN—Dagelan Mataram sebagai salah satu seni pertunjukan khas Jogja eksistensinya masih diakui hingga saat ini. Hal ini terbukti dari banyaknya pementasan dagelan yang diklaim sebagai cikal bakal lawakan di Indonesia ini.
Salah satu pementasan yang bakal digelar dalam waktu dekat yakni pentas yang disiapkan kelompok Krabat Goprak di Hall Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH), Kamis (16/10/2014) malam. Pentas dagelan dengan lakon Golek Jodho ini menjadi salah satu agenda rutin PKKH Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Seperti halnya naskah dalam dagelan Mataram pada umumnya, lakon Golek Jodho merupakan pentas lawak yang lebih pada penertawaan diri sendiri yang menjadi tabiat khas kultural masyarakat Jawa.
"Dagelan Mataram menghadirkan kelucuan getir, satiris, penuh sentilan sosial. Dagelan Mataram menunjukkan tabiat kultural orang Jawa, yaitu, tertawa dan mengejek diri sendiri adalah cara untuk bertahan dari berbagai tekanan hidup,” kata salah satu anggota Krabat Goprak, Indra Tranggono, Selasa (14/10/2014).
Indra Tranggono menjelaskan, lakon tersebut berkisah tentang pertengkaran konyol pasangan suami isteri dari keluarga kaya raya. Sumber pertengkaran berangkat dari logika sepele, yakni beda pendapat soal calon menantu bagi anak perempuan semata wayang mereka. Masing-masing kukuh pada pendiriannya dengan menghadirkan calon mereka masing-masing.
Dalam dagelan Mataram, kelucuan lebih disebabkan adanya perbedaan cara pandang dan permainan logika umum ke dalam logika perdebatan yang bersifat spontan dan unik. "Bukan melalui bentuk tingkah kasar pada fisik tubuh dan pencelakaan badan," kata Indra.
Tak hanya itu, dalam pentas kali ini, pihaknya lebih sepakat menyebut dagelan Mataram yang mereka bawakan sebagai Dagelan Neo Mataram. Pasalnya, dengan segala kecenderungan akan perkembangan zaman, maka sudah seharusnya jika lawakan tersebut juga harus mengalami kebaruan.
Kepala PKKH UGM Faruk HT menuturkan, inti dari dagelan Mataram pada dasarnya adalah plesetan, mulai dari plesetan kata hingga plesetan situasi. Menurutnya, teknik lawakan ini adalah sepenuhnya milik warga Jogja. Anak-anak muda yang memasuki sekolah menengah biasanya mendapatkan semacam inisiasi yang berupa kemampuan dan sekaligus kesiapan untuk menghadapi plesetan.
"Plesetan sebenarnya merupakan strategi adaptasi khas orang Jogja dalam menghadapi kehidupan yang serba tidak pasti dan perubahan yang cenderung semena-mena," katanya.