Gubuk semipermanen berukuran 6x3 meter itu dihuni Sugiman, 57, bersama keluarganya. Dia tinggal bersama istrinya, Ika, 32, dan tiga orang anaknya. Mereka menjadikan gubuk bekas kandang sapi itu sebagai tempat berlindung selama lebih dari enam tahun.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Sugiman mengatakan gubuk itu merupakan bekas kandang sapi. Ia bersama keluarganya diizinkan tinggal di sana oleh pemilik lahan, Sukirman.
"Saya juga ditugasi menjaga kebun milik Pak Sukirman. Di sini sudah enam tahun," ujar pria yang akrab disapa Giman itu saat disambangi Semarangpos.com, Selasa (9/6/2020).
Sepi Pengunjung, Kawanan Monyet Rusuh di Sekitar Taman Balekambang Solo
Sebelum tinggal di gubuk itu, Giman tinggal di RT 008/RW 003 Gedongan. Namun karena ada masalah keluarga, rumahnya dijual hingga dia pindah ke daerah Noborejo.
Tak lama kemudian, dia kembali ke Gedongan dan menempati bekas kandang sapi yang berada di lahan milik Sukirman.
Saat pertama ditempati, kata Sugiman, tempat tinggalnya tidak berdinding. Perlahan, dia meminta material kepada beberapa tetangga dan mengais di tempat pembuangan.
Saat ini, tempat tinggalnya sudah memiliki tembok setinggi 50 sentimeter dan dindingnya dari anyaman bambu. Gubuk berukuran 3x6 meter terbagi atas dua sekat, satu untuk dapur dan amben, dan ruang dalam untuk tidur lima orang.
"Awalnya di sini enggak ada penerangan. Kami lalu memasang listrik. Tapi dicabut, hingga permanen saat ini. Setelah ada bantuan dari pak Sukirman," ujar Giman.
2 Warga Ampel Boyolali Positif Covid-19, Diduga Klaster Pasar Peterongan Semarang
Tidak Dapat Bantuan Pemerintah
Giman mengaku awal tinggal di gubuk tersebut ada ular sering masuk ke dalam. Namun, lama kehidupan mereka tidak lagi diganggu binatang melata tersebut.Sugiman mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap. Dia hanya buruh serabutan. Sementara, istrinya kerap menjadi pembantu rumah tangga dengan upah Rp300.000 per bulan. Kehidupan keluarga miskin Salatiga yang tinggal di bekas kandang sapi semakin sulit karena jauh dari sumber air.
"Yang paling susah disini itu air karena harus mengambil dengan jalan kaki sekitar 300 meter. Itu sebenarnya tandon warga Nanggulan untuk menyirami tanaman, tapi kami ambil buat keperluan sehari-hari," terang Sugiman.
Hasil Rapid Test Non-Reaktif Covid-19, 6 Bakul di Pasar Winong Sukoharjo Buka Lapak
Ironisnya, meski tidak berpenghasilan tetap dan tinggal di bekas kandang sapi, Sugiman mengaku tidak pernah mendapat bantuan pemerintah. Terlebih pada masa pandemi Covid-19. Dia belum pernah menerima bantuan apa pun dari pemerintah.
"Padahal, sekarang penghasilan menurun. Jarang sekali dapat order sejak pandemi corona," jelasnya.
Dia mengaku pernah menanyakan kepada perangkat desa alasannya tidak menerima bantuan pemerintah. Pemerintah desa berdalih Sugiman dan keluarga miskin di Salatiga itu tidak memiliki kartu kerluarga sesuai tempat tinggal di gubuk bekas kandang sapi itu.
"Jadi enggak dapat. Termasuk bantuan untuk warga yang terdampak corona, saya juga enggak dapat," jelas Sugiman.