Harianjogja.com, JOGJA- Kalangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Jogja berusaha bertahan menghadapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) agar tidak gulung tikar. Salah satunya dengan mengurangi jumlah karyawan.
Ketua Paguyuban Komunitas UMKM DIY Prasetyo Atmosutedjo, Rabu (26/11/2014) mengungkapkan program perlindungan sebagai dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum menyentuh sektor UMKM.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Pemerintah diharapkan memberi kompensasi khusus bagi UMKM sebagai dampak kenaikan harga BBM.
Prasetyo menepis jika dampak terburuk kenaikan harga BBM menyebabkan UMKM gulung tikar. Meski begitu, lanjutnya, yang perlu dicermati pemerintah adalah kebijakan efesiensi karyawan.
“Kalau pengurangan karyawan itu terjadi, maka banyak pengangguran baru yang muncul. Padahal, UMKM merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” kata Prasetyo.
Paguyuban UMKM DIY, sambung Prasetyo, masih akan menunggu rencana dan realisasi program khusus bagi UMKM. Jika belum ada sinyal yang akan dilakukan pemerintah, pihaknya baru akan bergerak untuk memperjuangkan hal tersebut.
“Saat ini semua masih menunggu, wait and see dulu lah. Sembari berharap, pemerintah memiliki program perlindungan bagi UMKM. Sebab, 90 persen perekonomian di DIY ditopang UMKM,” katanya.
Oktarini, salah seorang perajin seni renda di Wirogunan, Umbulharjo mengakui, sejak kenaikan harga BBM bahan baku untuk membuat kerajinan renda mengalami kenaikan antara 5% hingga 10%.
Kondisi tersebut, katanya, berdampak pada tingginya penjalan produk kerajinannya. “Tapi saya belum bisa menaikkan harga. Takut barangnya nggak laku. Sementara pakai harga lama dulu,” ujarnya.