Esposin, SALATIGA -- Kasus perempuan Salatiga yang menjadi budak seks pria Solo membuat aktivis perempuan geram.
Hal itu diungkapkan Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), Nur Laila Hafidhoh.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Perempuan yang akrab disapa Yaya ini juga mengaku miris dengan kejadian yang menimpa BA, gadis yang berusia 20 tahun asal Kota Salatiga itu. Selain disekap, korban juga menerima tindak kekerasan.
“Sangat miris ya karena kasus-kasus kekerasan seksual ini makin ngeri bentuknya. Kasus ini termasuk kasus perbudakan seksual. Kasus ini juga termasuk jenis kasus kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE),” terang Yaya saat dihubungi Esposin, Rabu (30/8/2023).
Dia berharap aparat penegak hukum bisa bertindak sebaik mungkin agar korban BA mendapatkan keadilan dengan merujuk Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Karena kasus ini termasuk perbudakan seksual sekaligus kasus kekerasan seksual berbasis elektronik,” terang Yaya.
Dia juga berharap dinas terkait memberikan pendampingan. Tidak hanya selama kasus ini berjalan, tapi sampai korban BA bisa pulih kembali.
Dikatakannya, upaya yang bisa dilakukan agar kasus serupa tidak terulang lagi adalah penegakan hukum yang adil.
“Pelaku mendapatkan hukuman. Kemudian korban juga mendapatkan haknya. Salah satunya hak restitusi [hak ganti rugi] atas kekerasan yang dialaminya,” kata Yaya.
Selain itu, dalam Undang-Undang TPKS, pelaku kekerasan juga mendapatkan pidana tambahan berupa rehabilitasi. Tujuannya agar pelaku juga mendapatkan konseling untuk perubahan perilaku sehingga tidak melakukan perbuatan itu lagi di waktu mendatang.
Sebelumnya diberitakan Esposin, seorang perempuan berinisial BA, 20, asal Kota Salatiga, Jateng, melaporkan pria asal Solo, berinisial JM, atas tuduhan pelecehan seksual.
BA menyebut JM telah menyebarkan video tidak senonoh dirinya ke media sosial dan menjadikannya sebagai budak seks atau pelampiasan nafsu.