Jumenengan HB X ke-27 diselenggarakan di Bangsal Kencono, Jogja.
Harianjogja.com, JOGJA-Keluarga Besar Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat merayakan kenaikan tahta Sri Sutan Hamengku Buwono X (Tingalan Dalem) ke-27 di Bangsal Kencono, Sabtu (7/5/2016) malam. Tingalan Dalem tersebut sekaligus memperingati ulang tahun HB X ke-70.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Prosesi Tingalan Dalem dihadiri sekitar 500 orang yang terdiri dari berbagai kalangan. Tidak ada kata-kata yang terucap dari awal sampai acara selesai. Sultan bersama permaisuri GKR Hemas keluar menuju Bangsal Kencono sekitar pukul 19.23 WIB mengenakan ageman (pakaian) taqwa motif biru. Kemudian disusul Paku Alam X bersama isteri.
Langsung disambut sembilan penari putri Kraton dengan tarian Bedaya Tirto Hayuningrat, yang empat penari di antaranya merupakan putri HB X, yakni GKR Hayu, GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, dan GKR Bendoro.
Tarian yang diiringi Gendang Udan Arum itu berlangsung sekitar 50 menit. Semua yang hadir tampak antusias menyaksikan tarian tersebut. Sejumlah tamu yang tidak bisa menyaksikan langsung, menyaksikan melalui televisi LCD yang disediakan di beberapa sudut.
Tari Bedoyo Hayuningrat merupakan tarian ciptaan HB X yang baru pertama kalinya dipentaskan dalam Tingalan Dalem kali ini. Menurut Penghageng Parentah Hageng, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudhahadiningrat, Sultan sendiri mengatur tarian berikut komposisi penari supaya sesuai dengan makna filosofis dalam tarian Bedoyo Tirta Hayuningrat.
"Ngarso Dalem sendiri beberapa kali ngecek, jika tidak sesuai minta diubah," kata Yudhahadiningrat.
Tarian itu menggambarkan seorang Harjuno dalam tokoh pewayangan yang memiliki lima isteri salah satu di antaranya adalah bidadari. Harjuno sebagai satrio sejati. Dalam kondisi saat ini, Yudhahadiningrat tidak menampik jika pusaka itu dimaknai sebagai lima putri sultan yang dimiliki saat ini.
Makna tarian itu, kata dia, Sudah jawab tantangan zaman bahwa Sultan menginginkan Hamemayu Hayuning Bawono. Penjabarannya dari Bedoyo Tirto Hayuningrat merupakan penggabungngan antara air dan penghidupan.
Carik Tepas Tanda Yekti, Mas Wedono Bimo Guritno menambahkan Tari Bedoyo Tirto Hayuningrat merupakan tarian yang memiliki level tertinggi di Kraton karena kedalaman makna filosofi di dalamnya adalah ilmu yang diajarkan seorang raja.
"Tarian ini sebagai manifestasi kepemimpinan Sultan dan konsep tata pemerintahannya," kata dia. Makna dalam tarian tersebut, menurutnya, juga sekaligus menegaskan visi misi kepemimpinan Sultan dalam mensejahterakan rakyat.
Tarian itu memiliki formasi lajur lima orang ditengah, dan empat orang kanan kiri menggambarkan badan manusia dengan kepala, badan, serta tangan dan kaki serta pikiran kehendak manusia. Sembilan penari menggambarkan sembilan lubang pada tubuh manusia, dua mata dua hidung, dua telinga, satu mulut, dubur dan kelamin.