Harianjogja.com, BANTUL-Sejumlah asuransi kesehatan di Kabupaten Bantul terancam tak dapat melebur ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Asuransi tersebut adalah Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos) yang ditangani Pemerintah DIY.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Kendala peleburan sejumlah asuransi ke dalam skema JKN tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Komisi D DPRD Bantul bersama sejumlah stakeholder, di antaranya BPJS DIY, Dinas Kesehatan Bantul, Badan Kesejahteraan Keluarga (BKK) Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana serta dari Dinas Kesehatan yang digelar Kamis (23/1).
Penyebabnya, antara lain soal data. JKN menyaratkan data warga yang akan di-cover asuransi yang diselenggarakan BPJS harus jelas nama dan alamatnya selain jumlah peserta asuransi. Namun syarat itu belum dapat dipenuhi Pemkab Bantul.
Bahkan, jumlah peserta Jamkesda yang akan bermigrasi ke BPJS juga belum jelas sebab data harus dimutakhirkan lagi. Saat ini data kasar warga yang di-cover Jamkesda sebanyak 220.000 orang tanpa dilengkapi data nama dan alamat peserta.
Kepala Jamkesda Bantul Bambang Agus Subekti mengungkapkan, sebagian data 220.000 peserta Jamkesda tersebut juga masih ada yang tumpang tindih dengan peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang didanai oleh pemerintah pusat.
"Ini masih berhimpitan, mudah-mudahan data yang 220.000 itu benar-benar yang bukan Jamkesmas," ungkapnya.
Ketua Komisi D DPRD Sarinto juga mengungkapkan sejumlah persoalan terkait kacaunya pendataan peserta Jamkesda. "Warga itu ada yang pegang dua kartu, satu Jamkesda satu Jamkesmas," imbuh Sarinto.