Madiunpos.com, SURABAYA — Pemerintah Provinsi Jawa Timur keberatan dengan aturan Kementerian Perdagangan yang menghapuskan ketentuan pembatasan waktu impor, harga patokan garam, dan tidak lagi mewajibkan importir garam menyerap garam rakyat.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
“Jika demikian matilah [petani garam] kita, karena kita selalu bermasalah dengan kualitas dan rendemen,” kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf di Surabaya, Selasa (19/1/2016).
Regulasi yang disinggung tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Peraturan menteri (permen) ini dirilis pada 29 Desember 2015 merevisi Permendag No. 58/M/-DAG/PER/9/2012 tentang Ketentuan Impor Garam.
Semakin Melarat Wakil gubernur yang akrab disapa Gus Ipul itu menilai nasib para petani garam di Jawa Timur bisa-bisa semakin melarat. Tanpa kewajiban importir menyerap garam rakyat bisa-bisa apa yang mereka produksi semakin tidak laku. Pada akhirnya kesejahteraan petani jadi terbengkalai.
Saifullah menekankan pihaknya bersikeras harus tetap ada peraturan yang mewajibkan penyerapan garam lokal. Apabila memang kualitas garam mereka yang kurang baik, justru di sanalah pemerintah seharusnya hadir untuk membina.
“Kami siap sampaikan [keberatan] ini kepada pemerintah pusat. Seharusnya sudah jelas kalau mau impor itu [hanya bisa] sebulan sebelum panen dan dua bulan setelah panen,” ucapnya.
Tanpa Harga Patokan Dengan dihapuskannya limitasi waktu impor garam konsumsi bisa-bisa pembelian dari luar negeri dilakukan terus menerus. Apalagi tak ada ketentuan soal harga patokan pemerintah (HPP) garam untuk memproteksi produksi petani lokal.
Saifullah menyatakan pemberlakuan Permendag No. 125/2015 ini ini sama saja menghancurkan industri garam rakyat, dalam hal ini garam konsumsi.
“Saya kira harus ada solusi untuk garam rakyat ini, seperti Bulog,” kata dia. Badan ini khusus bertugas membeli dan menampung garam konsumsi petani lokal.