BANTUL—Meski sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.8/1999, izin penggunaan bangkai hiu paus (whale shark) yang terdampar di Pantai Baru, Poncosari, Srandakan, Rabu (1/8) lalu, masih menjadi perdebatan.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Hingga Minggu (5/8), bangkai hiu totol dengan panjang 14 meter dan bobot sekitar empat ton itu masih dalam proses pengawetan. Jika pengawetan berhasil, bangkai hiu tersebut rencananya akan dipamerkan di Pantai Baru.
Berpegang pada PP No.8/2009 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, terutama pasal 28 dan 29 di bab V (peragaan), Animal Friends Jogja (AFJ) berkeras pengawetan bangkai hiu paus harus dilandasi izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Meski statusnya masih dinyatakan Appendix II (belum terancam punah), hiu paus termasuk satwa liar yang populasinya terus berkurang,” tegas Ketua AFJ, Dessy Angelina Pane saat ditemui Harian Jogja di Pantai Pelangi, Parangtritis, Kretek, Sabtu (4/8) lalu.
Ina, sapaan akrabnya, menerangkan peragaan satwa liar dapat dilakukan oleh lembaga konservasi dan lembaga pendidikan formal. Sedangkan peragaan oleh orang atau badan di luar dua lembaga tersebut harus dengan izin menteri.
“Selain untuk menarik wisatawan, bangkai hiu paus diawetkan dengan harapan jadi wahana penelitian pelajar dan mahasiswa,” kata salah satu pengelola pokgiat Pantai Baru, Jumali.
Menurut Jumali, keputusan mengawetkan bangkai hiu sudah disepakati warga Dusun Ngentak (lokasi terdamparnya hiu paus), pemerintah kecamatan Srandakan, hingga Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bantul. Kesepakatan itu langsung dilaksanakan setelah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta menyatakan hiu paus statusnya belum dilindungi. Sehingga, bangkai ikan raksasa itu bisa dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat.(ali)