Perusahaan tahan ijazah masih marak dilakukan
Harianjogja.com, JOGJA -- Kasus penahanan ijazah tenaga kerja masih marak di DIY. Puluhan perusahaan dari berbagai tingkat dan golongan diduga sengaja menahan ijazah karyawan agar yang bersangkutan tidak meninggalkan perusahaan sebelum kesepakatan kontrak terlampaui.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Baca Juga : PERUSAHAAN TAHAN IJAZAH : Dikategorikan Sebagai Penggelapan
Hal itu diakui oleh Komisioner Lembaga Ombudsman (LO) DIY Imam Santoso. Bahkan dari total 230 aduan yang masuk ke LO DIY per Agustus 2017, sebanyak 20 pengadu masing-masing mengadukan kasus ijazah tersebut. Menurutnya, kasus penahanan ijazah itu merupakan yang tertinggi kedua sepanjang tahun ini.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah DIY segera merespon maraknya kasus itu melalui regulasi. Dicontohkan, Provinsi Jawa Tengah telah memiliki regulasi berupa Surat Keputusan (SK) Gubernur yang mengatur terkait hal itu.
"Saya berharap DIY pun segera melakukan hal yang sama," katanya, Rabu (6/9/2017).
Ia khawatir, jika hal tersebut tak segera diproteksi oleh regulasi, perusahaan akan bisa semakin bertindak sewenang-wenang terhadap karyawannya. Menurutnya ijazah adalah satu aset pribadi yang memiliki nilai cukup tinggi.
"Penahanan ijazah ini, dalam konteks tertentu bisa menjadi sebuah upaya pemiskinan terhadap pekerja," tegasnya.
Ia menilai, modus yang dilakukan perusahaan cukup cerdik, yakni dengan tidak memasukkan poin terkait penahanan ijazah itu dalam berkas perjanjian, baik Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
"Karena jika itu [penahanan ijazah] masuk dalam perjanjian, pemerintah seharusnya bisa dengan mudah mengambil tindakan. Itulah, biasanya bab tersebut disepakati melalui surat pernyataan yang dibuat terpisah," ungkapnya.
Ia menambahkan, penahanan ijazah itu dilakukan perusahaan agar karyawan yang bersangkutan tidak meninggalkan perusahaan sebelum batas waktu kontrak maksimal yang disepakati. Jika karyawan ingin meninggalkan perusahaan sekaligus mengambil ijazahnya, karyawan tersebut harus menggantinya dengan sejumlah uang yang penghitungan besarannya ditentukan sepihak oleh perusahaan.
Itulah sebabnya, ia berharap persoalan itu diselesaikan terlebih dulu secara bi partite antara karyawan dan perusahaan. Barulah, jika hal itu tak berhasil, pihaknya akan mencoba melakukan mediasi.