Harianjogja.com, SLEMAN- Produk batik dengan pewarna alami akan dimendapatkan eco-labelling. Selain untuk mendongkrak produktivitas produk, penyematan eco labelling tersebut dilakukan untuk memberikan jaminan keamanan pada konsumen.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sleman Pustopo mengatakan, penyematan eco-labelling tersebut juga menunjukkan produk batik dengan pewarna alami itu ramah lingkungan. "Jadi pewarnanya alami dan tidak ada campuran bahan kimia," katanya, Senin (2/10/2017).
Menurutnya, upaya itu dinilai penting untuk menjaga daya saing produk. Terutama menghadapi perdagangan bebas atau MEA. Dengan begitu diharapkan kualitas produk lokal dapat diterima di kancah internasional. "Saat ini kan banyak negara yang melarang pemakaian pewarna sintetis," katanya.
Dia mengakui, masih banyak perajin batik yang belum menggunakan produk pewarna alami. Selain hasil warnanya yang tidak cerah dan cenderung kusam, harga jualnya juga dinilai tinggi.
Oleh karenanya, pemberian eco labelling tersebut hanya dilakukan kepada perajin yang benar-benar memproduksi batik pewarna alami. "Mulai dari bahan pewarna hingga pengelolaan limbahnya harus ramah lingkungan," katanya.
Pihaknya telah bekerja sama dengan UGM untuk mengembangkan bahan-bahan pewarna alami dan membuat bahan pewarna alami yang terstandarisasi. Dia berharap, warna yang dihasilkan dapat memenuhi standar kecerahan agar dapat mempermudah perajin batik.
Selain mendorong penggunaan bahan pewarna alami, Pemkab juga mempersiapkan ketersediaan bahan-bahan alam. Antara lain penanaman bidikovera pada lahan seluas empat hektar di Kecamatan Minggir, serta penanaman jolawe dan tongje di Lereng Merapi.
"Sekarang kami baru menyediakan indogovera di Minggir," katanya.