Harga kebutuhan pokok belum memberikan keuntungan bagi petani
Harianjogja.com, BANTUL -- Kendati mengalami lonjakan harga hingga Rp100.000 per kilogram, tak semua petani cabai rawit merah di Bantul merasakan dampaknya. Lahan pertanian cabai di pesisisr selatan Bantul misalnya.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Rujito, salah satu petani cabai di kawasan Samas, Kecamatan Sanden mengaku, sepanjang tahun 2016, dirinya praktis tak bisa ikut menikmati hasil tingginya harga cabai itu. Pasalnya, tingginya intensitas hujan serta tingginya kelembaban udara menjadi biang kegagalan panen itu. “Bahkan banyak tanaman cabai yang mati sebelum berbunga,” ucapnya, Jumat (6/1/2017).
Diakuinya, sekitar dua bulan yang lalu ia sempat menanam sekitar 200 batang cabai merah rawit. Alih-alih memetik hasil panen melimpah, tanamannya yang nyaris berbunga itu kini layu dan mati. Padahal, lahan pasir sejatinya menjadi langganan untuk ditanam bawang merah dan cabai yang hasilnya lumayan banyak meski biaya pemeliharaannya juga tinggi.
“Cuaca yang lembab menyebabkan hama merebak dan membuat daun cabai keriting dan akhirnya layu dan mati,” akunya.
Senada, Zahrowi, petani asal Dusun Plebengan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro pun mengaku tak ikut menikmati lonjakan harga itu. Hanya saja, nasibnya sedikit jauh lebih baik daripada petani di kawasan pesisir.
Jika petani di kawasan pesisir sama sekali tak bisa menikmati hasil panen, Zahrowi mengaku masih sempat menikmatinya. Meski tak ingat persis berapa bobot total hasil produksinya, namun ia memastikan cabai miliknya laku dengan harga Rp20.000 per kilogram. “Uangnya, kalau tidak salah saya dapat Rp1 jutaan. Lumayan lah, bisa saya pakai untuk modal tanam padi,” katanya. ==