Harianjogja.com, SLEMAN-Persoalan yang ditimbulkan tikus sejak awal 2000 di Godean, salah satu lumbung padi di DIY, belum dapat dibereskan sampai sekarang.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Siswohartiyo, Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Desa Sidomoyo, mengatakan ragam cara yang diambil petani di Desa Sidomoyo untuk menangkal serangan tikus tak spenuhnya mujarab. “Pertama dulu ada gropyokan, dulu sudah dilakukan,” Senin (12/3/2018).
Siswohartiyo mengatakan Pemerintah Desa Sidomoyo pernah memberi petani Rp5.000 per ekor tikus yang ditangkap dalam gropyokan. “Kadang, satu petani dapat satu sampai tiga tikus. Tetap enggak habis-habis tikusnya, ganti cara lagi pakai mercon dimasukan ke lubang, tapi tetap saja tikus enggak bisa hilang,” ujar dia.
Baca juga : Hama Tikus Bikin Petani Jengkel dan Tekor
Menurut Siswohartiyo, ada jalan lain yang lebih mangkus. Alih-alih membasmi tikus, petani sebaiknya memperbaiki pola tanam. Petani harus mulai menanam dengan cara berkelompok dan berbarengan agar serangan tikus bisa diredam. Kudu ada jeda tanaman padi agar tikus tidak beranak pinak dalam jumlah banyak. Dalam jeda tersebut, tikus bisa pergi karena kehilangan sumber makanan.
“Kalau petani menanam padi, kemudian menanam padi lagi di musim tanam berikutnya, tikus akan tetap di sana, petani semestinya beralih dulu ke palawija atau cabai,” ujar Siswohartiyo.
Baca juga : Tikus Mulai Serang Sawah Petani 1,5 Bulan Setelah Padi Ditanam
Sayangnya, perubahan pola tanam itu butuh kekompakan. Jika ada satu petani tang tetap menanam padi sementara petani lainnya beralih ke tanaman lain, tikus tak akan kehilangan habitatnya dan populasinya bisa tetap berkembang. Dalam situasi saat ini, ketika serangan tikus susah direm, Siswohartiyo hanya bisa pasrah.
“Kalau panen saya bisa 1.000 meter, gabahnya lima kuintal, tapi kalau ada tikus, bisa saja habis. Tikus dibunuh mati 10, tetapi anaknya banyak sekali. Mati 10, lahir lagi 100.”