Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL- Kepala Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Handayani, Isnawan Fibriyanto mengungkapkan potensi sumber yang dimiliki Gunungkidul belum digarap maksimal.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Ia mencontohkan sumber sungai bawah tanah Baron, dari kapasitas 10.000 liter per detik saat musim hujan dan 4.000 liter per detik saat kemarau, ternyata pemanfaatannya jauh dari potensi karena baru 115 liter per detik.
Dia menjelaskan, untuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada butuh biaya besar. Adapun faktor yang membuat biaya menjadi membengkak juga tidak lepas dari kondisi geografis Gunungkidul yang didominasi pengunungan karst.
Karakteristik ini maka sungai-sungai bawah tanah yang dimiliki akan keruh saat musim hujan. Akibatnya butuh pengelolaan lanjutan agar air yang dihasilkan bisa dimanfaatkan.
“Meski butuh biaya besar dan dengan potensi yang ada, kami optimistis target 2019 agar seluruh warga terlayani air bersih bisa tercapai. Salah satu upaya yang dilakukan dengan optimalisasi sumber-sumber yang tergarap, misalnya Baron saat ini masih dalam kajian untuk penambahan kapasitas sebesar 20 liter per detik,” kata Isnawan, Senin (5/9/2016).
Ketua Paguyuban Pengelola Air Minum Masyarakat Yogyakarta (Pamaskarta) Gunungkidul Damanhuri mengaskan jika masalah-masalah pemanfaatan air bisa diatasi maka mimpi Gunungkidul terbebas dari krisis air bukan hal yang mustahil.
Sebab dari sisi potensi sudah terbukti di mana ada sumber air yang melimpah. “Namun masalahnya itu tadi, biaya yang dibutuhkan juga besar,” ujarnya.
Contoh lain sumber yang terbuang, kata Damanhuri, bisa dilihat di Laut Bekah [Kecamatan Panggang], dengan potensi 700 liter per detik bisa mencukupi kebutuhan di seluruh kecamatan, namun karena pertimbangan geografis dan biaya maka sumber yang ada urung dimanfaatkan. Sedang untuk pemenuhan air di kawasan itu diambilkan dari sumber air di Baron, Tanjungsari.