by Yesaya Wisnu - Espos.id Jateng - Selasa, 23 November 2021 - 17:01 WIB
Solopos,com, BANYUMAS — Pada 2014 silam, aktivitas vulkanik Gunung Slamet kembali naik hingga menyemburkan abu vuklanik tertinggi sejak berada dalam status Waspada. Konon, erupsi yang terjadi di Gunung Slamet ini berkaitan dengan kondisi negara, khususnya situasi politik.
Dilansir dari Liputan6.com, Selasa (23/11/2021), tercatat sebanyak tiga kali letusan dengan ketinggian mencapai 2 km dari sebelumnya yang hanya 1000 hingga 1,200 meter. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), letusan Gunung Slamet yang terjadi pada Rabu, 19 Maret 2014 ini berlangsung hingga enam jam, mulai dari 06.00 WIB hingga 12.00 WIB.
Selama enam jam tersebut, terjadi tiga kali letusan yang mengeluarkan material vulkanik beruba debu. Akibat letusan ini, zona rawan bahaya dalam cakupan radius 2 kilometer dari puncak Gunung Slamet ditutup.
Meskipun Gunung Slamet dilanda erupsi, masyarakat sekitar di kawasan lereng Gunung Slamet tetap melakukan serangkaian ritual sebagai bentuk tolak bala. Seperti yang dilakukan tetua bernama Mbah Slamet Samsuri yang mengadakan ritual di tempat petilasan Ksatria Kamandaka yang ada di Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Mbah Samsuri merupakan salah satu juru kunci spiritual Gunung Slamet. Selain Mbah Samsuri, ada juru kunci spiritual lainnya yang tersebar di sekitar gunung.
Baca Juga: Asale Gunung Slamet, Berawal dari Doa
Dalam ritual ini, sang istri biasanya mempersiapkan ‘sesambetan’ yang terdiri dari bawang merah, jahe, bangle, kunyit, kencur dan dringo yang ditumbuk. Dalam ritual ini juga disajikan kembang tujuh rupa, bubur merah, kopi manis, kopi pahit, minyak wangi, kacang, permen dan air putih yang digabung bersamaan dengan ‘sesambetan’ yang terbuat dari tumbukan rempah-rempah. Nantinya, persembahan ini dibawa ke petilasan Ksatria Kamandaka sebagai media penyembahan.
Baca Juga: Catatan Erupsi Gunung Slamet — Prediksi Letusan Dahsyat
Mbah Samsuri juga percaya bahwa Gunung Slamet adalah tempat tinggal leluhur orang Jawa, yaitu Mbah Renti Atasangin, Tapakangin, Semput dan Brantayudha. Kelimanya dipercaya merupakan simbol lima unsur kehidupan, seperti air, api, angin, tanah dan kayu. Maka untuk menjaga hubungan antara manusia dengan gunung, dia selalu melakukan ritual tersediri, apalagi saat Gunung Slamet menunjukan aktivitasnya.