Esposin, SEMARANG -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menemukan kurang lebih 97.063 orang menderita diabetes melitus karena faktor keturunan. Jumlah itu setara dengan 15 persen dari total kasus diabetes melitus di Jateng sepanjang tahun 2022.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Rahmah Nur Hayati, kepada Esposin, Kamis (16/2/2023). Dari total 647.093 kasus diabetes melitus, sebanyak 85 persen diantaranya karena faktor gaya hidup tidak sehat.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
“Sedangkan 15 persennya karena faktor keturunan [sekitar 97.063,95 orang]. Faktor keturunan lebih bahaya kalau acuh atau abai dengan gaya hidup,” kata Rahmah melalui Sub Koordinator Penyakit Tak Menular dan Menular, Arfian Nevi.
Arfian pun mengingatkan agar mereka yang terkena diabetes melitus akibat keturunan untuk lebih ekstra menjaga gaya hidupnya. Hal itu dapat dilakukan dengan menjaga komsumsi gula, olahraga rutin tiap hari, dan tetap mengelola stres.
“Konsumsi gula kurangi. Kebutuhan masyarakat umum itu, empat sendok gula sehari. Terus olahraga rutin, minimal 30 menit tiap hari agar kalori yang masuk ke tubuh juga dibuang sesuai kebutuhan. Terakhir kelola stes karena apabila sudah stres berkepanjangan, ditambah gaya hidup tak dijaga bisa semakin berbahaya,” katanya.
Salah seorang warga asal Mangkang, Semarang, Olga Elvia, 27, mengamini bila gaya hidup, olahraga rutin, dan mengelola stres menjadi dasar menjaga diri agar tak terkena penyakit. Ia pun mengaku selalu menjaga keseimbangan dari tiga perilaku tersebut.
“Tiga itu tak kelola. Tapi mungkin tiap orang porsinya beda-beda. Kalau saya, olahraga enggak rutin tiap hari, satu pekan dua kali. Terus makanan manis masih, soalnya suka, tapi tak imbangi dengan makan sayur. Kelola stres, biasanya sebulan sekali pergi liburan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Dinkes Jateng mencatat ada 647.093 kasus diabetes melitus dari total keseluruhan 35 kabupaten/kota di 2022. Dari ratusan ribu kasus tersebut, sebanyak 64.709 orang atau 10 persen penderitanya menyasar usia remaja atau 12-21 tahun.