Demam berdarah Bantul jumlah pasien masih bertambah.
Harianjogja.com, BANTUL -- Kendati sudah bukan masa siklus lima tahunan, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Bantul masih saja terjadi.
Promosi Gaet Vidi Aldiano, BRI Edukasi Masyarakat Hindari Modus Penipuan Lewat Lagu
Baca Juga : DEMAM BERDARAH BANTUL : 5 Bulan, 2 Pasien Meninggal
Disinggung mengenai kekhawatiran warga dengan penyebaran nyamuk hingga ada yang terindikasi DBD, menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul Pramudi Darmawan, memastikan positif DBD harus dibuktikan dengan adanya surat kewaspadaan dini rumah sakit (KDRS). Bilamana ada yang terdiagnosa DBD melalui KDRS itu langsung dilaporkan ke dinas untuk dilakukan langkah penanggulangan.
“Kami belum berani memastikan kalau tanpa disertai KDRS,” ungkapnya, Jumat (19/5/2017).
Terpisah, Hardiana, warga RT 6 Dusun Rejosari, Desa Srimartani, Piyungan menyampaikan, kasus DBD di daerahnya mulai muncul sejak Januari lalu. Setelah nihil sebulan, kasus itu mulai muncul kembali pada Maret-Mei.
Setidaknya lebih dari sepuluh warga yang terjangkit DBD. Diakuinya, pihak Puskesmas sempat melakukan fogging, namun hal itu ternyata tak begitu berpengaruh.
“Awalnya itu di RT 6 ada yang kena terus mrentek-mrentek [menyebar], sampai kemarin itu usum tilikan [musim besuk],” ucapnya.
Hardiana menambahkan, warga yang terjangkit DBD itu pun dilarikan di beberapa lokasi pelayanan kesehatan, mulai dari Puskesmas Piyungan, RSUD Prambanan, Sleman maupun RSUD Panembahan Senopati Bantul. Sedangkan upaya untuk memutus mata rantai penyebaran nyamuk aedes aegypti yang membawa virus DBD itu pun, diakuinya, dilakukan dengan memaksimalkan kegiatan juru pemantau jentik (jumantik) di tiap rumah warga. Hasil kegiatan itu dia mencontohkan yang dilakukan di 38 rumah yang warganya ada yang terserang DBD, jentik justru tidak ditemukan.
“Tanggal 14 Mei lalu itu kami lakukan gerakan PSN di semua RT,” tandasnya.