Harianjogja.com, BANTUL-- Warga yang menamakan diri Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) mendatangi komisi A DPRD Bantul memprotes kebijakan Pemkab melarang adanya bantuan pengurusan surat menyurat untuk kepentingan administrasi di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), pada Senin (6/11/2017).
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
PSM selama ini dikenal warga sebagai calo alias makelar pengurusan surat menyurat. Kendati mereka menolak disebut sebagai calo atau makelar. Selama ini mereka menganggap, pekerjaan yang dilakukan bertujuan menolong orang lain yang tidak sempat mengurus surat menyurat.
Ketua PSM, Ngatijan, mengatakan dirinya dan rekan-rekannya enggan disebut calo. Dikatakannya bahwa pelarangan tersebut terjadi tiba-tiba. "Kami sejak awal Oktober tiba-tiba di setop dan tidak boleh lagi menguruskan administrasi kependudukan tanpa ada sosialisasi dari Disdukcapil," ungkap Ngatijan, Senin (6/11/2017).
Ngatijan mengatakan bahwa pelarang tersebut telah "membunuh" dia dan rekan-rekannya. "PSM tidak mematok tarif, dan sifatnya kami hanya menolong dan menolong bukan karena rupiah," tutur dia.
Menurut Ngatijan dia hanya didatangi orang dan meminta tolong. "Pak Ngatijan tolong buatkan akta dan sebagainya, bahkan sering kami tidak diberi sepeserpun. Tapi kami juga enggak marah atau sakit hati," lanjutnya.
Saat ini kata dia, ada aturan baru dalam mengurus berbagai keperluan administrasi penduduk itu. "Ketika ada warga yang masuk, untuk mengurus akta kelahiran orangnya harus dibawa ke Disdukcapil. Tetapi kan kalau saya bisa kenapa orangnya mesti ikut kan sama saja omong kosong. Kalau seperti saya nolong tidak setengah-setengah," tegas dia.
Menurut Ngatijan warga yang meminta tolong karena memang tidak sempat untuk mengurus surat-surat tersebut. "Kami kan inginnya bersinergi dengan masyarakat dan juga dengan pemerintah," katanya.
Kepala Bidang Pelayanan dan Pencatatan Sipil, Disdukcapil Bantul, Sri Nuryanti, mengatakan bahwa dasar pelarangan tersebut sudah ada di Undang-Undang No.23/2006 Pasal 26 dan 57 serta Peraturan Presiden No.25/2008 Pasal 48 dan 78.
"Disitu sudah jelas yang dapat diwakili karena satu faktor umur, bisa belum cakap hukum atau lanjut usia kemudiam karena cact fisik atau mental, yang ketiga karena sakit keras yang tidak dapat diantar ke Disdukcapil," kata Nuryanti.
Ditambahkannya, di Peraturan Daerah (Perda) juga diamanahkan untuk melaksanakan pasal-pasal tersebut. "Sebenarnya kita sudah lama dengan teman-teman biro ini persuasif. Tetapi biro-biro ini mengangapnya melaksanakan pelayanan desa ini setengah-setengah," ujarnya.