Harianjogja.com, JOGJA—Dagelan mataram, sebagai salah satu lawakan khas yang dimiliki Jogja sempat berjaya pada pada awal 1970 hingga 1980, terutama di masa maestro dagelan Jogja, Basiyo, malang melintang di panggung. Tontonan dagelan mataram hampir sering ditemui, baik di tingkat desa maupun kecamatan.
Namun sepeninggal Basiyo pada 1979 silam, kelompok dagelan mataram yang ada di Jogja satu persatu mulai hilang. Yang lebih memprihatinkan lagi, dagelan mataram ditinggalkan oleh penontonnya. Praktis sejak itu pula hingga saat ini, perlahan tontonan dagelan mataram menghilang dan bahkan mati suri.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Bertempat di Pendapa Dinas Kebudayaan DIY, Sabtu dan Minggu (31-1/12), Dinas Kebudayaan DIY mencoba menghidupkan lagi dagelan mataram dengan menggelar lomba yang diikuti sebanyak 10 grup dagelan DIY. Juara lomba tersebut pada 8 Desember 2013 akan dikirimkan ke TMII Jakarta untuk mengibur penonton Ibu Kota.
Agus Amarullah, koordinator penyelenggara Lomba Dagelan Mataram 2013 mengungkapkan, lomba tersebut sejatinya sudah digagas sejak setahun lalu namun baru terealisasi tahun ini.
Lomba yang diselenggarakan dengan dana APBD ini, kata Agus, merupakan salah satu upaya untuk kembali menghidupkan dagelan mataram di tengah menjamurnya lawakan moderen seperti Stand Up Comedy.
“Setelah mati suri kami mencoba menghidupkan lagi,” katanya kepada Harianjogja.com, Minggu (1/12/2013).
Menurutnya, sebanyak 10 grup dagelan mataram yang tampil itu terdiri dari empat perwakilan Kota Jogja, dua dari Sleman, tiga dari Bantul dan satu grup dari Gunungkidul.
“Entah kenapa Kulonprogo tidak mengirimkan wakilnya padahal sudah kami kirimkan undangan jauh-jauh hari,” katanya.
Masing-masing grup tampil sesuai dengan naskah yang mereka pilih selama 30 menit. Peserta diharuskan bermain sesuai dengan pakem dagelan mataram seperti mengenakan busana Jawa ala Mataram, berbahasa Jawa diiringi alunan gamelan.