Esposin, SEMARANG — Banjir rob masih menjadi persoalan pelik bagi warga yang tinggal di pesisir Kota Semarang, khususnya daerah Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara. Berikut cerita sedih warga Tambaklorok Semarang yang rumahnya tak pernah kering dari rob.
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang memang telah berusaha menangani persoalan banjir rob di kawasan Tambaklorok Semarang dengan membangun sheet pile atau tanggul laut. Namun, dampak dari banjir rob yang bertahun-tahun belum teratasi hingga kini masih menyasar semua lini termasuk tempat tinggal.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Ada salah satu rumah di Kampung Tambaklorok tepatnya di RT 005 RW 013 Kelurahan Tanjung Mas yang masih teredam banjir rob. Bahkan rumah milik Sri Rahayu alis Yayuk, 43, itu lantainya tak pernah kering digenangi air rob.
“Sudah [mengajukan bedah rumah] dan berulang kali rumah saya disurvei. Tapi sampai sekarang masih begini,” ucap Yayuk ketika ditemui Esposin, Selasa (6/8/2024) malam.
Esposin kemudian diberi kesempatan untuk menelusuri sudut-sudut rumah ibu dua anak tersebut. Untuk masuk ke dalam rumah Yayuk, Esposin harus menunduk untuk melewati sebuah lorong yang masih digenangi air rob.
Sembari berjalan menuju ruangan atas, Yayuk juga turut menunjukkan sebuah kamar, dapur dan kamar mandi di lantai bawah yang sudah tidak bisa digunakan lagi lantaran terkikis ganasnya banjir rob.
“Saya sudah 38 tahun tinggal di sini, ini rumah warisan orang tua. Sewaktu saya kecil masih layak huni. Sudah beberapa kali diurug [ditinggikan], dibantu sama RT dan tetangga kampung,” imbuhnya.
Faktor banjir rob jadi salah satu alasan ia membangun ruangan di lantai atas pada tahun 2001 silam. Sayangnya, rob yang terus-menerus menghantui Kampung Tambaklorok menenggelamkan semua ruangan lantai dasar rumah Yayuk.
Kini, Yayuk tinggal bersama dua anak dan adik kandung di ruangan atas. Di ruang itu tidak ada sekat untuk kamar maupun ruang tamu. Dia dan keluarga beristirahat dengan tumpukkan perabot rumah.
Prioritas Bedah Rumah
Dalam hati yang terdalam, Yayuk ingin sekali merenovasi rumahnya yang sudah tak layak huni tersebut. Tapi apalah daya, pekerjaan sebagai penjaga kantin yang dibayar Rp60.000 sehari hanya cukup untuk keperluan sehari-hari.“Terakhir lihat [lantai] rumah saya kering mungkin sekitar tahun 2016-2017. Airnya ini rembesan dari bawah dan rumah saya pernah tergenang rob selutut,” ungkapnya.
Selain itu, Yayuk juga mengaku tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah baik semasa pandemi Covid-19 maupun Program Keluarga Harapan (PKH).
Sementara itu, Ketua RT 005 RW 013, Marsudi, mengaku sudah beberapa kali mengajukan ke kelurahan setempat supaya rumah yang di tempati Yayuk tersebut diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan program bedah rumah.
“Sudah sering dinas-dinas terkait yang datang melakukan survei langsung ke tempat, tapi tidak pernah terealisasi. Rumah Bu Yayuk layak dibantu,” ucapnya.
Di wilayah RT 005 memang ada beberapa keluarga yang mengajukan bantuan bedah rumah. Marsudi juga sudah berusaha semaksimal mungkin agar pihak-pihak terkait merenovasi rumah Yayuk terlebih dahulu.
“Saya pernah protes [rumah] Bu Yayuk dulu lah. Tapi kami tidak punya wewenang untuk merealisasikan hanya sebatas mengajukkan,” tandasnya.