Bom Sarinah Thamrin menjadi pelajaran bersama meningkatkan pengamanan
Harianjogja.com, SLEMAN – Ledakan dan terror di Jakarta menunjukkan kurangnya tindakan preventif yang dilakukan pihak intelijen kepolisian. Tokoh Nahdlatul Utama (NU), Hasyim Muzadi menilai ledakan yang terjadi di MH Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1/2016) hanya hilir dari permasalahan.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
“Bom di ibu kota itu hanya hilirnya. Kita tidak pernah memberikan perhatian bagi hulunya. Harusnya tis intelijen bisa bekerja dengan lebih maksimal melakukan penindakan sebelum terjadi lendakan itu,” kata Hasyim di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Kamis (14/1).
Hasyim menabahkan bom di ibu kota merupakan pertanda buruk bagi sebuah Negara. Terlebih lokasinya yang berdekatan dengan istana Negara. Jelas ini adalah ancaman yang tidak main-main.
“Lokasi ledakan di ibu kota di dekat istana negara. Artinya dia secara jelas bisa menerobos pusat negara dan pusat kekuasaan. Sekarang masih di jalan, sebentar lagi masuk ke gedung. Gedung di sana kan gedung pemerintahan semua," tegas Hasyim.
Menurutnya, aksi teror yang menewaskan tiga warga sipil akibat ledakan di MH Thamrin tersebut, merupakan bentuk perlawanan kelompok terhadap sebuah negara.
“Mereka memanfaatkan situasi yang gaduh dan juga kebebasan yang tidak terukur. Jadi seperti kebebasan bergerak, freedom of speech, freedom of act, freedom of expression, tidak berjalan simfoni dengan keselamatan negara," jelas Hasyim.
Awasi Kelompok Eksklusif Hasyim berharap bukan hanya kepolisian tapi juga masyarakat bekerja sama untuk bisa mengawasi pergerakan teroris ini. Terlebih jika melihat adanya sikap eksklusif dari orang yang ada disekitar kita.
“Di DIY saya juga melihat ada beberapa tempat yang berperilaku eksklusif. Bukan hanya perseorangan ini sudah menyentuh kawasan di dalam satu desa,” kata Hasyim.
Saat ditanya desa mana, Hasyim tidak ingin menjawab dengan lugas.
“Yang jelas itu kelompok eksklusif tinggal di satu daerah. Lokasinya di Bantul,” katanya
Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Benny Susetyo mengatakan perlunya peran aktif masyarakat untuk bisa melakukan pencegahan ini. Baginya pencegahan selama ini sangat lemah.
“Ini bukan masalah polisi saja, tapi butuh peran serta masyarakat luas. Salah satunya jika ada salah satu kelompok yang berperilaku eksklusif layak untuk diawasi. Jika perlu dilaporkan polisi,” jelas Benny.
Benny menambahkan selama ini masyarakta cenderung diam jika melihat adanya kejanggalan. Padahal kejanggalan itu bibit dari kejadian terorisme yang selama ini terjadi.