Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL– Kelompok nelayan di Gunungkidul pada tahun ini telah melewatkan bantuan kapal ukuran sepuluh gross ton (GT) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun demikian, di tahun depan masih bisa mendapatkan banguan yang sama, meski ukuran kapal lebih kecil.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Hanya saja, bantuan tiga kapal tiga GT itu sangat tergantung dengan proses uji coba bantuan kapal enam GT kepada nelayan di Kulonprogo. Jika proses tersebut berhasil maka bantuan bisa diberikan ke nelayan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul Agus Priyanto mengatakan, keengganan nelayan di Gunungkidul menerima bantuan kapal sepuluh GT tidak lepas dari faktor keamanan kapal. Bahan baku kapal yang terbuat dari fiberglass dinilai tidak cocok dengan kondisi perairan di Pantai Selatan. “Gara-gara masalah ini bantuan kapal senilai miliaran rupiah dilewatkan oleh nelayan,” kata Agus kepada wartawan, Selasa (8/11/2016).
Dia menjelaskan, masalah bahan baku kapal ini menjadi persoalan tersendi. Sebab seluruh bantuan kapal dari pemerintah berbahan dari fiberglass. Hal itu dilakukan berdasar pada kelestarian lingkungan untuk mengurangi produksi kapal yang berbahan baku dari kayu. “Yang jadi persoalan adalah kekhawatiran nelayan terkait faktor keselamatan,” katanya.
Kendati demikian, kata Agus, rasa kekhawatiran itu bisa hilang, dengan catatan proses uji coba bantuan kapal enam GT di Kulonprogo dapat berhasil. Diakuinya, jika proses tersebut tidak ada masalah, maka kekhawatiran terhadap bahan baku kapal bisa dihindari sehingga tidak ada alasan lagi untuk menolak.
“Mudah-mudahan prosesnya lancar, karena bantuan kapal tersebut bisa sangat bermanfaat bagi nelayan,” kata mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja ini.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gunungkidul Rujimanto mengatakan pernah ada bantuan kapal dari pemerintah. Namun hal itu tidak diambil karena menyangkut bahan baku kapal.
Berdasarkan penuturan dari nelayan, kata Rujimanto, bahan pembuatan kapal dengan fiberglass membuat nelayan khawatir karena rentan terjadi kecelakaan. Terlebih lagi, di perairan selatan terkenal dengan ombaknya dan gelombang yang kuat. “Tentunya kami akan berpikir ulang untuk menggunakan kapal itu karena kondisinya yang belum ada jaminan untuk keselamatan,” kata nelayan yang beroperasi di Pantai Ngandong, Tepus ini.