Esposin, SEMARANG – Pengamat ekonomi dari Universitas Doponegoro (Undip) Semarang, Wahyu Widodo, turut menyoroti persoalan sejumlah perusahaan tekstil tutup dan badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Jawa Tengah (Jateng). Ia meminta pemerintah provinsi (Pemrov) harus segera mengambil langkah konkrit guna mengerem gelombang perusahaan tutup dan PHK itu.
“Utamanya yang [pabril] skala besar, impor-ekspor, harus dibantu mendapatkan buyer negara maju, sikapi izinnya [impor], kemudian mitigasi sebagai jangka pendek. Karena bagaimanapun masalah ini perlu campur tangan pemerintah,” kata Wahyu kepada Esposin, Rabu (26/6/2026).
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Tak hanya itu, lanjut Wahyu, Pemprov Jateng seharusnya juga bisa membantu para pengusaha dari segi fasilitas. Sebab, permasalahan saat ini, alat-alat yang sudah lawas membuat industri tekstil di Jateng kesulitan meningkatkan daya saing.
“Itu [fasilitas] perlu untuk keluar dari problem, apakah dengan kemudahan pembiayaan atau kemudian hal penetrasi pasar dan strukturisasi internal sepeeti saat Covid-19? Mungkin itu bisa membantu meski jangka menengah. Karena daya saing internal masih jadi kuncinya,” nilainya.
Wahyu juga berpendapat, permasalahan perusahaan tutup dan badai PHK di Jateng ini cukup kompleks. Sebab, permasalahan juga muncul di hulu hingga hilir.
“Basis industri Jateng masih tekstil, saat ini masih ada masalah perang global Rusia-Ukrania, permintaan internasional jadi turun. Belum lagi kompetisi produk asing, persaingan harga impor yang lebih murah, apalagi ini rupiah masih melemah, ditambah tadi, mesin sudah tua. Sehingga mau tak mau beberapa perusahaan memang kalah bersaing, akhirnya tak ada pilihan selain tutup, buntutnya PHK,” ujarnya.
Oleh karena itu, kondisi saat ini dijabarkan Wahyu sebagai sebilah dua mata pisau. Yakni, ongkos produksi bahan baku sedang mahal tak sebanding dengan produk Indonesia yang kalah murah dengan produk impor asing.
Diberitakan sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai Pemerintah Provinsi Jawa Tengah atau Pemprov Jateng berusaha menutupi fakta terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan yang terjadi di sejumlah perusahaan tekstil di Jateng.
Hal itu disampaikan Sekretaris KSPI Jateng, Aulia Hakim, menanggapi pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur Jateng, Nana Sudjana, yang meminta kabar terkait PHK karyawan di sejumlah perusahaan tekstil untuk tidak dibesar-besarkan, salah satunya di PT Sai Apparel Industries.
“Pemprov seakan-akan ketakutan mengakui PHK, alasannya relokasi. Fakta yang kami temukan adalah salah satu perusahaan yang mengatakan itu kontrak harian lepas, makanya diakuilah untuk evaluasi,” kata Aulia.