Mungkin bagi masyarakat, cerita tentang Cing Cing Goling merupakan hal biasa dan hapalan di luar kepala. Sebab, cerita tersebut sudah diturunkan leluhur mereka sejak dahulu kala.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Namun, saat ditanya tentang asal usul Desa Gedangrejo, masyarakat sekitar belum ada yang tahu. Umumnya, mereka menjawab apabila nama itu sudah ada sejak dulu. Kepala Desa Gedangrejo Suprapto pun mengaku tidak mengetahui asal usul desa, karena sejak lahir nama itu sudah ada.
“Saya kurang tahu, karena sejak dulu sudah ada nama Gedangrejo,” kata dia kepada Harianjogja.com, Jumat (10/10/2014).
Suprapto menjelaskan saat ini pihak desa sedang mencoba menyusun sejarah asal usul desa. Hanya, proses tersebut tidaklah mudah karena membutuhkan waktu yang relatif lama.
Namun, dia menyarakan untuk menemui salah satu sesepuh desa, yakni Rejo Tamsi. Suprapto berpendapat, dia tahu banyak tentang seluk beluk desa.
“Mbah Rejo mungkin tahu banyak, karena ia salah seorang yang dituakan. Untuk saat ini, saya mohon maaf belum bisa memberikan informasi yang diharapkan,” ungkap dia.
Sementara itu, saat menemui Rejo Tamsi, 90, ada gambaran tentang asal usul Gedangrejo. Menurut dia, awalnya nama desa bukan Gedangrejo, tapi hanya Gedangan. Namun, sejak 1950-an nama desa diubah dan dikenal hingga saat ini dengan nama Gedangrejo.
“Awalnya hanya Gedangan saja. Tapi, saat masa kemerdekaan nama diubah menjadi Gedangrejo,” kata Mbah Rejo.
Dia bercerita, asal usul Gedangan erat kaitannya dengan pelarian prajurit Majapahit. Kisah itu sendiri diabadikan dengan pelaksanaan tradisi Cing Cing Goling.
Ada beberapa versi terkait tokoh dalam tradisi tersebut. Sebagian masyarakat menyebut tokoh utama adalah Wisang Sanjaya dan istri dengan dibantu Ki Tropoyo.
Sedang menurut versi Mbah Rejo, tokoh tersebut adalah Pisang Sanjaya beserta istri dan dibantu Ki Tropoyo.
Dia menegaskan tokoh utama cerita tersebut adalah Pisang Sanjaya. Sebab, nama desa juga diambil dari tokoh pelarian itu. Hanya, untuk lebih merakyatkan, maka dipakai kata gedang.
“Dalam susunan bahasa Jawa itu sama. Pisang untuk sebutan dengan krama inggil, sedangkan gedang sebutan untuk ngaka. Jadi, sebenarnya sama. Tapi, agar lebih merakyat digunakanlah kata gedang,” ungkap dia.
Mbah Rejo menjelaskan, penamaan desa tidak lepas dari jasa-jasa prajurit Majapahit yang memakmurkan wilayah.
“Dulu di sini baru ada tiga rumah. Namun, saat mereka datang dan membangun bendungan, tanah sekitar menjadi subur. Dampaknya, banyak warga yang tinggal dan sepakat untuk membuat desa,” tutur lelaki berusia 90 tahun itu.
Menurut dia, peninggalan Pisang Sanjaya masih dapat terlihat sampai sekarang. Selain tradisi Cing Cing Goling yang diperingati tiap tahun, juga ada bendungan untuk irigasi.
“Hingga saat ini kedua makam pasangan suami istri itu juga masih ada. Letaknya, juga tidak jauh dari bendungan tersebut, hanya kurang lebih satu kilometer,” ungkapnya.