Harianjogja.com, BANTUL—Sepanjang 2010 sampai saat ini kasus korupsi masih terjadi. Rendahnya integritas membuat pejabat-pejabat daerah di Bantul terseret dalam kasus-kasus itu.
Kasus korupsi paling anyar yang telah divonis hakim adalah korupsi Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita) Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis Bantul yang menyeret Kades Mujono sebagai terpidana. Belum lagi kasus korupsi yang kini ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, di antaranya dana hibah untuk klub sepak bola Persiba Bantul.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Aktivis Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) Irwan Suryono menilai maraknya kasus korupsi di Bantul ditengarai karena rendahnya integritas yang dimiliki para pejabat dan pegawai negeri sipil. Mereka menganggap korupsi sebagai hal biasa.
“Menganggap seperti masih zaman Orde Baru kalau korupsi itu hal biasa. Padahal kejahatan luar biasa,” ujarnya, Selasa (30/9/2014).
Namun, Irwan mengaku tidak sedikit kasus dugaan korupsi yang dihentikan penyidikannya atau sengaja dibiarkan mengambang. Ia mencontohkan penghentian penanganan kasus Bantul Kota Mandiri (BKM) serta berlarut-larutnya kasus korupsi Bantul Radio di tangan penegak hukum.
“Ini akan menjadi preseden buruk karena masyarakat menganggap penegak hukum tidak serius menangani kasus korupsi,” paparnya.
Kepala Inspektorat Bantul Bambang Purwadi mengakui maraknya kasus korupsi di Bantul berkorelasi dengan minimnya sumber daya untuk mengawasi dan mencegah. Inspektorat Bantul sejatinya kewalahan harus mengawasi ratusan instansi pemerintah sementara tenagai audit hanya 17 orang. Instansi pemerintah itu antara lain 34 satuan kerja perangkat daerah, 75 pemerintah desa, 17 kecamatan dan masih banyak lagi instansi pemerintah lainnya.
“Tenaga terbatas, kami [Inspektorat] enggak bisa mengawasi semuanya,” terang Bambang.
Juru bicara Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bantul Sarinto mengatakan anggota Dewan baru mesti lebih berani menghadapi eksekutif. Tidak seperti anggota periode sebelumnya.
“Kelemahannya Dewan kemarin itu banyak yang penakut. Tiap kali berbeda pandangan dengan eksekutif terkesan keder. Ini yang tidak boleh terjadi pada periode sekarang untuk optimalikan pengawasan kinerja dan potensi bentuk-bentuk penyimpangan,” ujarnya.
Dia mencontohkan persoalan anggaran Persiba yang sempat menjadi persoalan hukum, nyaris tidak banyak anggota Dewan yang berani bersuara lantang kala itu. Padahal, semua anggota kondisinya sudah tahu ada Peraturan Pemerintah yang mengatur dan melarang.