Esposin, NGAWI – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Ngawi melakukan aksi Kamis Kliwonan di perempatan Tugu Kartonyono Ngawi, Kamis (5/9/2024). Dalam aksi ini para mahasiswa itu menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat dan menjamin peristiwa itu tidak berulang.
Sekitar sepuluh mahasiswa melakukan orasi sembari membagikan poster kepada pengguna jalan di sekitar simpang empat Tugu Kartonyono Ngawi pada Kamis sore. Hal itu bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dan mengingatkan kembali tentang sederet kasus pelanggaran HAM yang belum selesai.
Promosi BRI Klasterku Hidupku Dorong Pemberdayaan Perempuan lewat Usaha Tani di Bali
Dalam poster yang bertuliskan “Menolak Lupa Sederet Kisah Kelam Pelanggaran HAM” itu dibubuhkan beberapa kasus yang hingga saat ini belum jelas penanganannya. Antara lain Pembunuhan Munir Said Thalib (7/9/2004), Tragedi Tanjung Priok (12/9/1984), Pembunuhan Pendeta Yaremia (19/9/2020), Wafatnya Salim Kancil (26/9/2015), Tragedi Semanggi II (24-28/9/1999), Reformasi Dikorupsi (23-30/9/2024), Peristiwa 30 September (30/9/1965-1966).
Koordinator Aliansi BEM Ngawi, Erliana Puspitasari, mengatakan aksi ini dilakukan untuk memperingati 20 tahun kasus Munir bergulir. Selain itu, pihaknya juga menuntut pemerintah untuk mengusut kasus pelanggaran HAM berat yang tidak jelas prosesnya.
“Kami dari Aliansi BEM Ngawi ini membuat gerakan Kamis Kliwonan setiap 35 hari sekali. Kebetulan ini pertama kali dan kami mengangkat September Hitam di mana pada September ini banyak kasus HAM berat terjadi di bulan ini. Maka dari itu kita kampanyekan kepada publik bahwasanya banyak kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum tuntas,” katanya kepada Espos.id usai menggelar aksi.
Erliana menambahkan, pemenuhan HAM di Indonesia ini masih perlu mendapat banyak catatan. Pasalnya, janji pemerintah untuk mengusut dan membongkar sederet kasus HAM berat hingga saat ini belum terwujud.
“Pemenuhan HAM di Indonesia ini perlu banyak catatan, Pemerintah sendiri berjanji akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia tapi faktanya hingga saat ini sudah berjalan 20 tahun kasus pembunuhan Munir juga belum terselesaikan,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk Aksi Kamis Kliwonan ini rencanaya diadakan rutin setiap 35 hari sekali. Tidak menutup kemungkinan isu-isu lain termasuk tentang pengawalan isu-isu di Kabupaten Ngawi akan disuarakan dalam aksi ini.
“Filosofinya kenapa kami pakai Kamis Kliwonan, kalau di Jawa itukan hari itu biasa dibuat untuk nyekar. Dari situ kita ambil filosofi aksi ini sebagai bentuk mengenang leluhur dan pejuang-pejuang HAM yang telah terlebih dahulu berjuang dan sudah mendahului kita [meninggal],” tandasnya.